Wujud Tuhan tidak terlihat dengan mata kasat kita. Kendati demikian, saya percaya bahwa ada ‘wajah-wajah Tuhan’ yang bisa kita alami secara visual dengan mata lahiriah kita: sesama.
Sesama ini adalah orang-orang selain kita: orangtua, sanak keluarga, anak, teman-teman, tetangga, atau rekan kerja. Semua orang di sekitar.
Dengan demikian, kita sebenarnya tetap bisa ‘mengalami’ Tuhan dengan indera visual kita sendiri. Toh, sesama kita adalah ciptaan Tuhan juga, sehingga dalam diri mereka juga ada Tuhan.
Maka membina relasi dengan Tuhan adalah untuk juga membina relasi dengan sesama. Tidak ada relasi yang baik dengan Tuhan yang tidak dibangun dengan relasi yang baik pula dengan sesama. Tidak ada orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan yang berantakan relasinya dengan manusia-manusia lain. Kalau kita membaca profil para orang kudus, santo dan santa, kita akan selalu menemukan fakta yang sama: bahwa mereka berelasi sangat baik dengan sesamanya.
Jadi, saya berpendapat kalau relasimu dengan sesama saja masih berantakan, bisa dipastikan juga sebenarnya relasimu dengan Tuhan tak begitu baik. Relasi dengan Tuhan selalu tercermin dari relasi seseorang dengan manusia-manusia lainnya.
Dan membina relasi yang baik dengan manusia lainnya bukanlah perkara mudah. Saya sendiri bisa menjadi contoh. Saya adalah seorang introvert yang mengalami banyak kesulitan dalam membina relasi yang baik dengan orang lain, bahkan dengan keluarga sendiri pun masih banyak yang harus diperbaiki: perilaku yang buruk atau kata-kata yang tidak menyenangkan untuk didengar.
Saya yakin bahwa saya tidak sendiri dalam hal ini; bahwa kita semua ada dalam perjalanan kita masing-masing. Untuk saya yang sudah menginjak usia 38 ini, dan akan segera menjadi 39 tahun pada 8 Januari 2022 nanti, saya merasa bahwa relasi saya dengan Tuhan masih sangat perlu diperbaiki, dan harus sejalan dengan membaiknya cara saya berelasi, bertindak, berkata-kata kepada orangtua, istri, dan anak-anak. Itu dulu.
Tuhan yang tak terlihat justru terlihat melalui orang-orang ini, yang dianugerahkan Tuhan untuk hidup saya. Relasi seorang Paulinus Pandiangan dengan Tuhannya adalah persoalan relasinya dengan ayah dan ibunya, kedua saudarinya beserta keluarga mereka, istrinya, anak-anaknya, dan selanjutnya orang-orang lain di sekitar lingkungan dimana Paulinus Pandiangan berada. Inilah area yang menjadi fokus seorang Paulinus Pandiangan dalam membina hubungan yang baik dengan Tuhannya, dan ia tak akan pernah bisa mencapai Tuhan apabila ia tak berusaha menggapai keluarganya melalui sebuah hubungan yang baik, dan hubungan yang baik itu sifatnya mendukung, menghormati, tidak berkata kasar, menguatkan, memotivasi, menumbuhkan semangat dan kegembiraan, membantu, mendoakan.
Teman-teman, orang-orang di sekitarmu, khususnya keluargamu sendiri, adalah orang-orang terbaik yang dianugerahkan Tuhan khusus untukmu. Tentu mereka memiliki sifat-sifat buruk dan kelemahan, tetapi di saat yang sama, di dalam diri mereka juga ada roh Tuhan, roh yang sama yang juga ada padamu. Karena itu cintailah dan hormatilah mereka, karena mereka adalah orang-orang terbaik bagimu. Mereka adalah rahmat itu sendiri.
Di akhir tahun 2021 ini, terimalah permintaan maaf saya. Untuk semua kesalahan saya dalam relasi kita setahun ini, semoga Tuhan senantiasa menuntun kita, mengarahkan kita pada kebaikanNya, karena jalanNyalah yang terbaik.
Semoga relasimu dengan keluarga juga semakin baik di tahun mendatang, karena hanya dengan demikian pula, relasimu dengan Tuhan akan membaik.
Salam,