Hai, saya baru saja membaca sebuah artikel tentang menjaga fokus; tentang bagaimana supaya kita stay present, bisa benar-benar ‘hadir’ di saat ini. Pada artikel tersebut dijelaskan 12 cara menjaga fokus dan saya akan mencoba menyarikan beberapa hal yang menurut saya menjadi kunci dalam menjaga fokus dimaksud.
Yang pertama adalah jarak aman dari teknologi. Perangkat genggam dan teknologi yang terpasang di dalamnya bisa membuat kita menghabiskan waktu dengan hal-hal yang sebenarnya tidak esensial, dan lebih dari itu, justru membuat kita menjadi terdampak secara emosional. Banyak orang yang merasa bahwa hidupnya kurang menarik, misalnya, setelah melihat banyak tayangan dan /atau postingan orang lain di media sosial, di saat faktanya adalah bahwa kehidupan setiap orang unik dan menarik.
Kelekatan berlebihan dengan teknologi juga bisa mendorong orang untuk semakin multi-tasking, melakukan banyak kegiatan secara bersamaan. Ini akan mereduksi secara signifikan kenikmatan yang dapat dirasakan dari sebuah pengalaman atau aktivitas. Ketika kita misalnya makan sambil menonton sebuah tayangan di handphone, kemampuan kita untuk menikmati makanan secara drastis akan menurun. Kita tidak lagi memiliki perhatian penuh pada tekstur makanan, rasa makanan, atau aroma makanan yang ada di depan kita, karena atensi tersebut telah teralokasi pada kilauan / tayangan di perangkat genggam. Pada akhirnya, kenikmatan dari sebuah proses mengonsumsi makanan tidak dirasakan lagi. It’s a huge loss.
Yang kedua adalah melibatkan diri dalam hobi baru yang mengharuskan kita terlibat secara fisik, misalnya melukis atau merangkai kerajinan dari kayu. Kegiatan semacam ini akan mengharuskan kita untuk ‘terlepas’ dari perangkat genggam atau media sosial dan benar-benar ‘larut’ dalam aktivitas fisik. Jika kita benar-benar bisa memusatkan perhatian dalam mengerjakan hobi semacam ini, kita bahkan bisa masuk ke dalam keadaan flow!
Selain hobi, kegiatan lain yang bisa ‘mengalihkan’ kita dari menatap layar berlama-lama adalah misalnya mendaki gunung atau berjalan kaki jarak jauh (long walks) di alam terbuka. Ini akan sangat positif bagi kesehatan kita, baik fisik maupun mental. Sehabis melakukan aktivitas semacam ini kita juga biasanya akan lebih segar dan rileks.
Yang ketiga adalah berani mengambil jeda atau pause. Dalam buku yang baru selesai saya baca, Niksen, The Dutch Art of Doing Nothing karya Annette Lavrijsen, mengambil jeda dari kegiatan sehari-hari (niksen) terbukti menjadi sangat penting di dunia kita saat ini yang bergerak begitu cepat (dan berisik pula!). Keberanian untuk berhenti dan tidak melakukan apa-apa justru menjadi elemen penting dalam menjaga kesehatan mental kita. Ini mirip dengan sebuah seni dari Italia, L’arte di non fare niente, sebuah seni untuk tidak melakukan apa-apa. Kita tidak perlu harus selalu dipacu oleh productive overdrive, yaitu sebuah keinginan akut untuk selalu produktif. Ketika dunia semakin memicu orang untuk produktif dan mengoptimalkan waktu, seni niksen justru menjadi semakin penting, karena telah terbukti bahwa jeda yang sehat akan membuat orang lebih sehat, memiliki energi yang lebih terjaga, lebih happy, otaknya lebih sehat, lebih efisien, lebih mampu membuat perencanaan jangka panjang, dan kualitas tidurnya lebih baik.
Ketiga prinsip di atas tentu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, akan tetapi tentu tetap bisa diupayakan. Memilih untuk menggunakan waktu pada kegiatan-kegiatan fisik yang bermanfaat, misalnya, menjadi cara yang paling konkret untuk mengalihkan perhatian kita dari layar perangkat, dan setiap orang tentu memiliki aktivitas tertentu yang menyenangkan untuk dirinya secara pribadi, so it’s a matter of choice.
Semoga berguna dan salam,