Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.   Click to listen highlighted text! Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.

Joy Is in the Effort

"The reward of a thing well done is to have done it."Ralph Waldo Emerson

Rasanya cukup valid mengatakan bahwa sukacita bisa dirasakan saat kita berupaya mencapai suatu tujuan. Saat bergelut dalam usaha, proses belajar dan peningkatan kualitas diri juga terjadi secara simultan, dan proses mencapai tujuan seringkali lebih menyenangkan dibandingkan tujuannya sendiri. Tidak sedikit orang yang menemukan kepuasan saat berproses mencapai tujuan, saat mengatasi tantangan, dan saat mereka merasa ada kemajuan dalam upayanya. Pengalaman yang diperoleh saat berjuang, seringkali, menjadi imbalan berharga dari upaya itu sendiri.

Tentu saja upaya tidak selalu terasa menyenangkan.

Ada campur aduk rasa saat kita memperjuangkan suatu tujuan: senang, berdebar-debar, kecewa, sedih hampir putus asa, lalu optimis lagi karena ada sedikit harapan, termotivasi dan berusaha bangkit, dan akhirnya ada kepuasan. Saat-saat berjuang seringkali menjadi kenangan manis yang begitu melekat di ingatan kita setelah berhasil melaluinya; dan ketika sampai di titik itu, kita telah bertumbuh menjadi seseorang yang baru. Kita belajar dari pengalaman hidup. Wawasan kita berkembang, dan kita memahami hidup secara lebih mendalam.

Hal ini pun telah dipelajari secara akademis. Berikut beberapa hasil penelitian yang mendukung klaim bahwa kesenangan dan kepuasan diperoleh dari usaha mencapai tujuan:

Teori “Flow” Csikszentmihalyi

Mihaly Csikszentmihalyi adalah psikolog yang memperkenalkan konsep “flow” dalam bukunya berjudul “Flow: The Psychology of Optimal Experience.” ‘Flow’ adalah suatu keadaan dimana kita benar-benar ‘terlarut’ dalam kenikmatan melakukan sebuah aktivitas. Dalam keadaan ini, orang merasa tertantang untuk mengeluarkan keahlian mereka, membuat orang benar-benar berkonsentrasi hingga tidak menyadari berjalannya waktu.

Teori Determinasi Diri

Peneliti Edward Deci dan Richard Ryan mengembangkan teori determinasi diri, “Self-Determination Theory. ” Teori ini menekankan pentingnya motivasi dari dalam diri untuk bertumbuh. Menurut teori ini seseorang akan merasakan kepuasan optimal saat terlibat dalam aktivitas yang bagi mereka terasa menyenangkan, walaupun aktivitas itu membutuhkan kerja keras. Proses mencapai tujuan dan mengatasi tantangan bisa memberikan kepuasan sendiri.

Penelitian Steger, Kashdan, dan Oishi

Sebuah penelitian di tahun 2008 menemukan bahwa keterlibatan dalam aktivitas yang membutuhkan upaya dan berkontribusi nyata pada pengembangan diri dan kesejahteraan batin sangat berkaitan dengan tingkat kepuasan hidup yang tinggi. Upaya yang dilakukan dalam kegiatan yang bermakna menjadi kontributor rasa puas yang dialami.

Penelitian Fishbach and Choi Tahun 2012

Dalam penelitian ini, Ayelet Fishbach dan Jinhee Choi menemukan bahwa kebanyakan individu menemukan kepuasan tertinggi saat mengejar tujuan, bukan saat telah mencapainya. Proses bekerja mencapai tujuan, terutama apabila orang bekerja sesuai dengan minat mereka, akan dinilai sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat secara intrinsik.

Penelitian Angela Duckworth

Penelitian Angela Duckworth tentang kegigihan, yang ditulisnya dengan lengkap di buku “Grit: The Power of Passion and Perseverance,” menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang sangat berperan dalam menimbulkan kepuasan dan, tentu saja, kesuksesan. Upaya yang dilakukan dengan semangat yang tak kunjung padam secara terus menerus adalah komponen kunci dalam menemukan kegembiraan dan hasil yang benar-benar berarti.

Hasil penelitian dan teori-teori yang dikembangkan ini semuanya menguatkan klaim bahwa usaha yang dilakukan secara konsisten dalam mencapai tujuan menjadi sumber kepuasan dan kegembiraan yang dirasakan. Pada akhirnya, tak ada hasil dan kepuasan tanpa usaha yang besar, “Nil sine magno labore.”

Joy is in the effort. 😉

Practicing Gratitude (When It’s Hard)

It’s natural to be grateful during good days. It’s as easy as smiling at a pleasant surprise.

But as with a boat not designed to be stuck ashore, gratitude is a practical skill most necessary during challenging times, just like a candle is mostly needed in darkness to light up our pathways.

Gratitude isn’t confined to only big things. Gratitude for the small things, also known as micro-gratitude, is just as valid and valuable as gratitude for the big things.

When you practice gratitude, you look for things, big or small, to be grateful for each day, especially amidst hard times, such as when you are experiencing grief due to losing a loved one, contracting a disease, losing a job, etc. These small things can include a beautiful sunrise, a kind gesture from a friend, or simply the ability to breathe.

Here are some simple thoughts I’d like to share about gratitude when I lost my dad last year:

One: I know it’s hard to be grateful during hard times. I lost my dad in September 2023, and I could barely notice small good things happening around my dad’s passing when it happened. It’s really hard. I was sucked into a rabbit hole of deep sadness, not having a clue how to navigate this experience. That’s why you should give yourself some space to grieve, and to grieve only. Take as much time and space as you need.

Two: Over time, you’ll begin to notice things. Slowly but surely, things begin to unfold in front of your eyes. I noticed that many people came to my dad’s funeral, and I received advice from them. I noticed that the requiem mass for him was well run. I noticed that the entire funeral procession was a success. I noticed that his grave location was decided thoughtfully, and it’s a beautiful spot. I noticed that he’s been teaching us all these years with his deeds and real-life examples. I noticed that he’d been working so hard to make sure things were good at home. I noticed that he didn’t ask for much for himself; he was always happy with little. I noticed that his life was really a good model for us, his children. Deep down, as time progresses, I will keep noticing things about his life, more and more.

And third: I am grateful for his life. It’s been 9 months since he passed. I am still teary-eyed whenever I remember him, but today I am at a state where I can finally be truly grateful that he was my dad and always will be. If one could pick a life for themselves, I would still pick my dad to be my dad. In another life, if it’s even real, I would love to meet him again.

What I am saying is this: It’s totally fine if you don’t feel like being grateful right now as hard things happen. Acknowledge that it’s hard to. Know that God understands you completely. He’ll be OK with that, trust me.

After a certain amount of time, there’s going to be a phase where you begin to see things with a new set of eyes. Eyes that have been washed with constant tears. And there you’ll see things you didn’t know you could see after the experience. For me, I receive a lot of insights from what I discern personally from the experience and what I read and listen to from multiple sources.

But above all, it was the divine power that enabled me. I can tell you this with high certainty because time and again, it’s when I surrendered to God that I was strengthened again. Had it not been for His company, I totally doubt that I would be where I am right now, because I know just how hard it was to pick myself up again.

As with all good things in life, it takes time.

Let me assure you that you’re going to grow through hard times. You may never heal fully. I never did. But life is there for you. Life welcomes you anytime you’re ready to continue. Keep being alive, for the people you hold dear, deep in your heart.

They will be proud of you from up there. I truly believe that. 😊

Love,

Paulinus Pandiangan

Making Your Mind A Happy Place

I am not a psychologist or an expert on happiness, but the idea of happiness is a big theme for me. Deep down, we human beings all share a craving for it. While our brains have operated in survival mode since ancient times, making them prone to feeling agitated, certain techniques can help create a more calm and happy mind. Since we are going to live in (and with) our minds forever, it is vital to cultivate a happy state of mind. There are many techniques out there (you can always Google search if interested), but I will simply point out four of them here, briefly.

Please consider the following techniques as investments. Like any type of investment, they will bear fruit after a while. Making our brain a happier place certainly does not happen overnight.

Practicing Gratitude Daily

Expressing gratitude on a daily basis can shift our mindset from scarcity to abundance. By appreciating what we already have, we focus less on what we lack. People achieve this by directly expressing gratitude to those they wish to thank, mentally acknowledging those they are indebted to, or by keeping a daily gratitude journal. I have also written about this in a previous post (in Bahasa), which you can find here.

Limiting Unnecessary Inputs

In this age of information overload, filtering through information is akin to searching for precious stones in mud. Valuable information exists, but we must learn to discern what best serves us. Personally, I find useful insights on TikTok, albeit after sifting through a lot of irrelevant content.

Exercising Regularly

Not only is exercise good for the body, but it’s also beneficial for the mind. Finding an exercise routine that suits your preferences is crucial as it makes it easier to stick with. For example, I enjoy brisk walking in the afternoon after work. It’s simple, easy to do, and doesn’t require fancy equipment. Regular exercise releases endorphins, the body’s natural mood lifters, helping to maintain a happy mind.

Sleeping Well

Quality sleep is the foundation of a healthy mind. You will not function well when sleep deprived, and we all know this. Getting enough high-quality sleep will positively affect your brain biology, thus your overall well-being.

In today’s fast-paced world, it’s easy to get caught up in the hustle and bustle. Being mindful of the importance of maintaining balance in life is crucial. Making our mind a place of contentment is a great start. After all, life is a gift to be savored, right?

Some Life Lessons

People change over time. They do. What is important to you today may not be that important five or ten years from now, which begs the question, “At the end of the day, what is the most important thing in life?”

The following few ideas might shed some light on the question:

One: good and genuine relationships. Many people become depressed due to feeling disconnected and not having a sense of deep relationship with something bigger than themselves.

Two: keep learning things. There is always something to learn. Try out new things and keep learning. Never let your age stop you from learning. You can always be a beginner at any age.

Three: Don’t chase happiness. Emotions come and go, and every single emotion is valid. Focus on doing the right thing.

Four: Don’t care too much about what people say. Remember that most of the time, we’re not that important in their eyes. After all, we’re going to become more invisible as we age.

Five: Be kind. Being kind has nothing to do with how others perceive you or behave towards you. You’re kind because you know it’s the right thing to do.

Six: Maintain your health, both mentally and physically. You are the one most responsible for this.

There is one more thing…

Do you remember the last time you were happiest? That’s actually when you’re least aware of yourself, right?

When you were really absorbed in doing something, you lost track of time. You really enjoyed doing it. Psychologist Mihaly Csikszentmihalyi called it the ‘flow state,’ and if we press it further, the ‘flow state’ requires you to be “non-self-centered.”

Saint Augustine, a Catholic theologian and philosopher, used to say “curvatus in se,” meaning when you are too self-centered, curved inward on yourself, that is when you are miserable. That’s why the most unhappy people are the ones who embrace a lifestyle that is all about them. It’s all me, me, and me.

"We are put on earth a little space to grow, to learn, and then to give back to the world." — Mary Engelbreit

On Paying Our Debt

Sejak dilahirkan, kita sudah berhutang (yang dimaksud di sini bukan hutang dalam konteks finansial semata). Kita berhutang atas kebaikan orang lain yang kita terima. Kita dirawat sejak kecil. Orangtua bekerja keras untuk merawat, membesarkan, melindungi, memenuhi kebutuhan, mendidik kita. Seseorang di belahan dunia lain menemukan perangkat elektronik yang kita gunakan untuk membaca postingan ini. Para filsuf di masa lampau menemukan dan merumuskan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan hidup yang bisa kita akses dengan mudah saat ini. Kita tinggal di negeri yang diperjuangkan dengan keringat, darah, dan nyawa. Kita mengenakan pakaian yang dirancang dan dibuat orang lain. Kita menikmati makanan yang telah melalui rantai produksi yang panjang dan melibatkan banyak orang. Kita bisa mempelajari beragam ilmu berkat dedikasi para guru dan ilmuwan. Kita menikmati kemajuan teknologi hasil pengembangan bertahun-tahun. Inilah berbagai bentuk hutang yang harus kita bayar.

Albert Schweitzer, seorang filsuf, musisi, dan dokter peraih Nobel mendedikasikan hidupnya mendirikan dan mengoperasikan fasilitas kesehatan di Afrika. Saat ditanya alasannya melakukan hal ini, dia berkata, “Kita sebenarnya tidak punya pilihan apakah kita harus berbuat baik kepada orang-orang ini. Ini adalah tugas dan tanggung jawab moral kita. Apa pun yang kita berikan kepada mereka bukanlah kebaikan hati, melainkan penebusan. Penebusan atas horor kolonialisme yang telah mereka alami sekian lama. Penebusan harusnya menjadi dasar dari semua perbuatan belas kasih.

Penebusan harusnya menjadi dasar dari semua perbuatan belas kasih.

Albert Schweitzer

Maka pertanyaan yang perlu kita jawab dengan cara kita masing-masing adalah: How will I pay my debt? Apa yang bisa saya kontribusikan kepada lingkungan saya?

Tentu tidak semua orang bisa melakukan tindakan sebesar skala Albert Schweitzer di atas. Akan tetapi, berkontribusi itu bisa dilakukan dalam berbagai variasi konteks dan skala; setiap orang bisa tetap berkontribusi sesuai konteks situasi masing-masing.

Berikut beberapa contoh hal praktis yang bisa dilakukan:

  • Menjadi sukarelawan. Bergabung dengan organisasi kemanusiaan, organisasi non-profit, atau komunitas pengembangan diri, tanpa harus mengharapkan bayaran.
  • Memberikan donasi. Memberikan sumbangan finansial kepada organisasi-organisasi terpercaya yang berfokus pada misi-misi kemanusiaan.
  • Berbuat kebaikan-kebaikan kecil. Misalnya dengan membelikan teman secangkir kopi, memberikan senyuman tulus kepada tetangga atau rekan kerja.
  • Menjadi mentor. Kita bisa juga membagikan tips-tips atau ilmu yang dikuasai kepada orang lain yang sekiranya membutuhkan, misalnya dengan membuat dan membagikan video-video edukatif di media sosial.
  • Mendukung usaha lokal. Membeli di warung di sekitar lokasi rumah untuk mendukung berkembangnya usaha mereka. Ini juga membantu mempererat ikatan sosial.
  • Terbuka membantu orang lain. Sesederhana memberikan waktu dan mau mendengarkan orang lain.
  • Mendoakan kebaikan untuk orang lain. Ini juga bentuk kontribusi yang sangat positif.

☘️ ☘️ ☘️

Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk memberikan kontribusi bagi komunitas dimana mereka berada. Saya percaya bahwa setiap orang ingin berkontribusi di lubuk hati mereka yang terdalam . We’re wired to do so, and that’s why it feels so good to give. 😍

"The meaning of life is to find your gift. The purpose of life is to give it away." — Pablo Picasso

Living an Intentional Life

INTENTIONAL. I’ve seen this word a few times in the articles I’ve read, and I’m inspired to write something about it. Hence, this post.

So, when someone says that they want to live the day intentionally, what do they actually mean?

Generally, living intentionally means making conscious choices that align with your values and goals. It involves being mindful of your actions and decisions, not simply reacting to circumstances. This approach encourages you to set clear intentions, prioritize what truly matters to you, and take deliberate steps towards achieving a fulfilling and purposeful life.

What a beautiful definition!

Here are some practical ways to live an intentional day:

Start with a Morning Routine: Begin your day with activities that set a positive tone, like meditation, journaling, or a simple stretch. Starting the day mindfully and going at a slow pace is vital. This practice will affect the entire day, speaking from my personal experience.

Set Daily Intentions: Take a few minutes to decide what you want to focus on for the day. This could be specific tasks or a mindset, like being patient or kind.

Prioritize Your Tasks: Make a list of what needs to be done and tackle the most important things first. This helps you stay focused on what truly matters. For instance, I always try to read at least one English article online daily as soon as I get to the workplace before starting my duties.

Take Mindful Breaks: Throughout the day, take short breaks to breathe deeply, stretch, or just step outside. This helps keep you grounded and present. You don’t have to do anything productive during this break.

Limit Distractions: Identify what tends to distract you and find ways to minimize those interruptions. This could mean setting your phone to DND (Do Not Disturb) or finding a quiet workspace.

Practice Gratitude: Reflect on what you’re grateful for, either by writing it down or simply thinking about it. This can shift your mindset and bring more positivity into your day.

Engage in Meaningful Activities: Spend time on activities that bring you joy and fulfillment, whether it’s a hobby, exercise, or connecting with loved ones.

Reflect in the Evening: Before bed, take a moment to review your day. Consider what went well, what you could improve, and set intentions for tomorrow.

☘️ ☘️ ☘️

Living intentionally doesn’t have to be complicated—it’s about making small, thoughtful choices that add up to a more purposeful and satisfying life.

The list above is designed to help you establish a cycle—something you can repeat the next day, adjust when necessary, and craft a ‘system’ that works specifically for you.

Menikmati Hari Ini

Bagaimana menikmati hari ini dengan cara-cara yang mudah dan sederhana?

Ini sebuah pertanyaan penting yang, bisa saja luput dari perhatian kita, apabila kita ‘terjebak’ dalam rutinitas sehari-hari. Ada tuntutan pekerjaan yang harus dituntaskan, misalnya, yang menyerap perhatian kita, sehingga membuat kita lupa untuk sedikit menikmati anugerah kehidupan ini. Dunia bergerak cepat, dan banyak hal yang bisa merampas waktu dan perhatian kita, apabila kita tidak benar-benar berkesadaran tentang apa yang sebenarnya mendasar dan penting.

Triknya ternyata terletak pada memberi perhatian pada hal-hal kecil, pada pilihan-pilihan praktis yang bisa diambil. Menikmati anugerah kehidupan adalah perihal menemukan kegembiraan dalam hal-hal sederhana yang seringkali terabaikan, seperti sejenak membiarkan diri menikmati sinar matahari, mendengarkan musik kesukaan, atau bahkan sekedar membiarkan diri untuk sesaat tidak melakukan apa pun yang produktif.

Dan berikut beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan semua orang:

  1. Awali dengan bersyukur

Cara paling sederhana untuk ‘menyuntikkan’ atmosfer positif dalam hidup kita adalah dengan bersyukur. Segera setelah bangun tidur, kita bisa bersyukur atas kesehatan, atas kasur yang nyaman yang membantu kita terlelap sepanjang malam, atas udara segar yang masih bisa kita hirup. Praktik sederhana seperti ini (barangkali) tidak akan terlihat signifikan saat kita melakukannya, akan tetapi secara kumulatif ini akan berdampak: membantu kita berfokus pada apa yang sudah ada, dan bukan pada apa yang masih kurang.

  1. Nikmati ritual pagimu

Kita bisa bangun lebih awal secara teratur agar kita tidak terburu-buru mengerjakan rutinitas pagi. Terkadang memang kita tidak selalu bisa bangun pagi tepat waktu, karena barangkali malam harinya kita tidur lebih telat dari biasanya, atau bisa saja cuaca mempengaruhi kita untuk merebahkan diri sedikit lebih lama. Tetapi apa pun kondisinya, kita bisa mencoba untuk tetap tenang di awal hari, agar bisa sungguh-sungguh menikmati awal hari yang baru. Menikmati kopi dan sarapan pagi dengan terburu-buru tentu sangat tidak menyenangkan. Maka perlu kita mengkondisikan diri agar momen-momen kecil namun berharga seperti ini tidak terlewatkan begitu saja. Spend a few extra minutes in these things.

  1. Cobalah bergerak

Aktivitas fisik telah terbukti sangat berdampak memperbaiki mood kita. Ada penelitian yang telah membuktikan ini. Maka menyediakan waktu untuk bergerak, sesederhana berjalan kaki sekurang-kurangnya 15 menit dalam sehari, atau melakukan kegiatan olahraga yang kita suka, akan secara signifikan memperbaiki mood dan level energi kita. Juga, kegiatan fisik seperti ini bisa menjadi semacam ‘mental break‘ dari rutinitas.

  1. Terhubung dengan orang lain

Hubungan antar manusia sangat vital dalam menunjang kebahagiaan kita. Penelitian 80 tahunan lebih yang dilakukan universitas Harvard telah membuktikan bahwa prediktor kebahagiaan seseorang tidak terletak pada status sosial, kekayaan, atau popularitas, tetapi pada kualitas relasi yang dimiliki orang tersebut dengan orang-orang lain di sekitarnya.

  1. Lakukan hobimu

Sisihkan waktu setiap hari untuk mengerjakan hal yang menyenangkan bagi kita, entah itu membaca novel, mengurus taman, melukis, atau memainkan alat musik. Mengerjakan hal yang menyenangkan biasanya bisa membuat kita lupa waktu sejenak, dan ini akan menyegarkan otak kita juga, sehingga kondisi mental kita akan lebih siap untuk menjalankan tanggung jawab kita, entah itu terkait pekerjaan atau sekolah.

  1. Mempraktikkan mindfulness

Mindfulness adalah seni untuk berkesadaran. Ini bisa dilakukan dengan meditasi atau latihan pernafasan, atau sekedar memberikan sedikit waktu untuk mengamati sekeliling kita. Kita berusaha untuk benar-benar sadar saat ini, apa pun yang sedang kita alami dan lakukan. Penelitian pun telah memvalidasi bahwa praktik ini membantu mengurangi stress dan meningkatkan kepuasan hidup. Praktik ini juga membantu kita untuk hidup lebih lambat dan bisa lebih mengapresiasi hal-hal indah dan baik dalam hidup.

  1. Lakukan refleksi positif

Saya menyadari bahwa sebagai seorang introvert dengan tipe INFJ-A, kecenderungan untuk pesimis lebih besar daripada optimis. Terkadang setelah membaca fakta-fakta di sekitar, saya biasanya cenderung menjadi pesimis. Tetapi berupaya untuk melihat hal-hal baik dalam hidup tentu juga penting, dan saya menyadari bahwa saya pun harus berupaya ‘mengimbangi’ kecenderungan untuk pesimis dengan ‘menyuplai’ otak saya dengan hal-hal positif, sekecil dan sesederhana apa pun itu.

Ada orang yang suka melakukan ini dengan menjurnal. Ada juga yang lebih suka mengingat-ingat sesaat sebelum tidur. Intinya adalah mencoba menyadari bahwa walaupun hidup penuh dengan hal-hal yang di luar harapan, atau tidak menyenangkan, tetap ada hal-hal baik yang sangat pantas disyukuri. Dalam jangka panjang ini akan membantu kita juga untuk lebih berpengharapan dalam hidup. Kita bisa lebih positif menatap masa depan, walaupun tentu saja masa depan penuh ketidakpastian.

Rasanya kalau kita bisa menerapkan hal-hal sederhana ini dalam hidup, kita bisa mengalami sebuah kehidupan yang lebih bermakna. Kita perlu menyadari bahwa sukacita seringkali ditemukan bukan dalam hal-hal besar dan fantastis, tetapi justru dalam momen-momen kecil yang terselip dalam perjalanan kehidupan setiap hari. Semuanya tergantung kepada kita apakah kita bisa mengapreasiasi hal-hal kecil ini untuk akhirnya menjadi landasan kebahagiaan kita.

Mari kita menghargai saat ini. Hari ini. Mari membuat hari ini menyenangkan, walau banyak tantangan. Tersenyumlah. 😊 🌷

Dump It and Start Fresh

I have something to confess…

Oftentimes, I spout ideas without really examining their significance or importance. I consider those ideas to matter, only to find out later in life that they hold little value.

Well, I am confident enough to say that I am not alone in this.

If it sounds familiar to you, then occasionally dumping your ideas may not be so bad, right?

Generally speaking, we are all biased. We are affected, to varying degrees, by endowment effect and confirmation bias, to name a few. We assume that our ideas are more significant than others’just because they’re oursand we rarely challenge ourselves to see things from a different angle, if it seems to contradict our pre-established beliefs. We are consumed by our egos. So much so that we are prone to clouded judgment about things. We don’t always see things as they are; instead, we interact with our conceptions about them, with the ‘models’ we’ve developed in our minds.

In short, we become slaves to our ego.

The antidote? Be aware of the cognitive biases. Know that you don’t have to work on every single idea that crosses your mind. Sometimes it’s liberating and healthy to simply let them go. Be mindful about the few ideas that are important in life. You definitely need to prioritize investing your time in essential things like maintaining relationships, but you can let go of other things that don’t add value to your life. I mean, if we’re honest with ourselves, we waste a significant amount of our time on non-essential things daily! I am not saying that we must be productive at all times. Studies even suggest that allocating a certain amount of time to not doing anything (it’s called niksen in Dutch), being free from agenda, is actually benefiting our overall well-being in the long run. What I’m trying to say instead is about being aware of our attachments to our own ideas, and be decisive to dump some, if not most of them, sometimes. The idea is to create more ‘space’ for good things. It boils down to focusing on a few things that truly matter.

It would lead us to becoming individuals who truly ‘see’ things from a fresh perspective. It’s about opening ourselves to the possibility of growth.

Does it sound intriguing to you? 😉

Belajar Berfokus pada Hari Ini

Kita memiliki hasrat dalam hidup untuk selalu memiliki kendali. Kita ingin agar rencana-rencana kita berjalan baik, dan dengan rencana itu, kita berharap memperoleh sukses yang akan membuat kita bahagia.

Tetapi realitas kehidupan tidak (selalu) mengikuti pola seperti itu. Ada-ada saja hal yang terjadi di luar kendali kita, dan ketika kita merasa tidak memiliki kendali atas apa yang terjadi, kita merasa tak berdaya.

Dan lalu kita merasa tidak nyaman, lalu cemas pun menghampiri. Inilah mekanisme alami tubuh kita saat ketidaknyamanan menghampiri. Akan tetapi, kita harus menyadari keadaan cemas tetap bisa direduksi dengan beberapa tindakan praktis berikut:

Pertama, menanamkan mindset realistis. Ekspektasi adalah sesuatu yang sebenarnya bisa kita kendalikan. Ketika ekspektasi kita terlalu tinggi, akan sangat mudah untuk jatuh pada ketidaknyamanan saat apa yang kita harapkan tidak benar-benar terjadi. Kita perlu memahami bahwa hidup memang penuh dengan kejutan-kejutan menyenangkan, akan tetapi juga banyak pergumulan. Life is not all roses and unicorns. Persoalan akan selalu datang, tetapi kita memiliki kendali atas bagaimana kita menyikapinya; apakah kita mengizinkan persoalan itu mempengaruhi kesehatan mental kita atau tidak.

Apabila kita hanya mengharapkan hasil yang baik setiap saat, tentu akan sangat mudah untuk tidak puas dan cemas. Kegagalan dan persoalan akan lebih mudah dihadapi apabila kita mengenakan ‘kacamata’ yang lebih realistis. Tetap berupaya untuk bersikap positif, tetapi di saat yang sama tetap menyadari bahwa tidak semuanya akan berjalan sebagaimana yang kita harapkan.

Kedua, tidak terlalu berfokus pada tujuan jangka panjang. Kita senang membuat tujuan-tujuan untuk jangka panjang, dan kita membayangkan bahwa di masa depan akan banyak manfaat yang kita rasakan. Tentu itu hal yang lumrah juga. Tetapi akan baik bagi kita apabila kita menyadari bahwa besar kemungkinan rencana-rencana kita di masa depan akan berubah, karena kondisi kita dari hari ke hari akan berubah pula. Prioritas kita juga akan berubah dari waktu ke waktu karena situasi hidup kita juga berubah.

"Live today. Not yesterday. Not tomorrow. Just today. Inhabit your moments."Jerry Spinelli

Apabila kita terlalu berfokus pada rencana jangka panjang, kita kehilangan kesempatan untuk menikmati ‘saat ini’, karena kita terlalu ‘larut bergumul dengan skenario di masa depan’ yang belum tentu akan terjadi.

Maka perlu untuk selalu mengingatkan diri dengan pertanyaan sederhana ini,

“Pilihan bijak apa yang kiranya bisa kulakukan hari ini?”

Dengan kembali ke ‘rel kehidupan saat ini’, kita mengurangi kecemasan akan apa yang mungkin terjadi di masa depan, dan kita lebih bisa menyadari hal-hal baik yang layak disyukuri hari ini.

Bagaimana bentuk nyata dari berfokus di hari ini?

Ketimbang berpikir terlalu jauh ke depan, kita bisa menikmati hal-hal baik, sekecil apa pun itu, hari ini. Kendalikan kecenderungan diri untuk selalu membuat aneka skenario dalam pikiran. Tidak perlu terlalu banyak berpikir tentang hal-hal yang (justru) menambah kerumitan hidup kita. Sometimes, thinking less is liberating!

Bagaimana menurutmu? 😉

Walking the Lonely Road

Let’s face it. We can’t expect to be loved or understood by everyone. In fact, we should be prepared for misunderstanding or disapproval. But we shouldn’t be troubled by what other people say about us when we’re away. As a matter of fact, no one who ever did anything novel did it without criticism. People will cast doubt on you. Nevertheless, we have to cultivate our own strong sense of values and virtue. We have to be who we are.

It would be wonderful if people were admired for doing the right thing. But in this life, things don’t always go our way. Morally upright people don’t always get the rewards they deserve. That is how things have always been and will continue to be. People like Cato, Socrates, Diogenes, and many other virtuous figures in history were not really appreciated during their lifetime. Most of them were hated. Some were even sentenced to death.

So, the moment you’re embracing your journey towards virtue and wisdom, know that you are walking a lonely road. Get used to judgmental eyes. Acknowledge the skepticism and critiques. Steel yourself against the jeers and attacks. Remind yourself all the time that being true to yourself is what truly matters.

This might sound challenging, even frightening. But the journey is worthwhile. We’re born for a mission, and in many cases, this mission requires us to choose a different pathway—the road less traveled. I know it’s hard. But this is life. We have to be who we are. Embrace the journey. Who knows, maybe it will lead to something lovely! 😍

☘️ ☘️ ☘️

"To be yourself in a world that is constantly trying to make you something else is the greatest accomplishment."Ralph Waldo Emerson
Click to listen highlighted text!