Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.   Click to listen highlighted text! Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.

On Paying Our Debt

Sejak dilahirkan, kita sudah berhutang (yang dimaksud di sini bukan hutang dalam konteks finansial semata). Kita berhutang atas kebaikan orang lain yang kita terima. Kita dirawat sejak kecil. Orangtua bekerja keras untuk merawat, membesarkan, melindungi, memenuhi kebutuhan, mendidik kita. Seseorang di belahan dunia lain menemukan perangkat elektronik yang kita gunakan untuk membaca postingan ini. Para filsuf di masa lampau menemukan dan merumuskan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan hidup yang bisa kita akses dengan mudah saat ini. Kita tinggal di negeri yang diperjuangkan dengan keringat, darah, dan nyawa. Kita mengenakan pakaian yang dirancang dan dibuat orang lain. Kita menikmati makanan yang telah melalui rantai produksi yang panjang dan melibatkan banyak orang. Kita bisa mempelajari beragam ilmu berkat dedikasi para guru dan ilmuwan. Kita menikmati kemajuan teknologi hasil pengembangan bertahun-tahun. Inilah berbagai bentuk hutang yang harus kita bayar.

Albert Schweitzer, seorang filsuf, musisi, dan dokter peraih Nobel mendedikasikan hidupnya mendirikan dan mengoperasikan fasilitas kesehatan di Afrika. Saat ditanya alasannya melakukan hal ini, dia berkata, “Kita sebenarnya tidak punya pilihan apakah kita harus berbuat baik kepada orang-orang ini. Ini adalah tugas dan tanggung jawab moral kita. Apa pun yang kita berikan kepada mereka bukanlah kebaikan hati, melainkan penebusan. Penebusan atas horor kolonialisme yang telah mereka alami sekian lama. Penebusan harusnya menjadi dasar dari semua perbuatan belas kasih.

Penebusan harusnya menjadi dasar dari semua perbuatan belas kasih.

Albert Schweitzer

Maka pertanyaan yang perlu kita jawab dengan cara kita masing-masing adalah: How will I pay my debt? Apa yang bisa saya kontribusikan kepada lingkungan saya?

Tentu tidak semua orang bisa melakukan tindakan sebesar skala Albert Schweitzer di atas. Akan tetapi, berkontribusi itu bisa dilakukan dalam berbagai variasi konteks dan skala; setiap orang bisa tetap berkontribusi sesuai konteks situasi masing-masing.

Berikut beberapa contoh hal praktis yang bisa dilakukan:

  • Menjadi sukarelawan. Bergabung dengan organisasi kemanusiaan, organisasi non-profit, atau komunitas pengembangan diri, tanpa harus mengharapkan bayaran.
  • Memberikan donasi. Memberikan sumbangan finansial kepada organisasi-organisasi terpercaya yang berfokus pada misi-misi kemanusiaan.
  • Berbuat kebaikan-kebaikan kecil. Misalnya dengan membelikan teman secangkir kopi, memberikan senyuman tulus kepada tetangga atau rekan kerja.
  • Menjadi mentor. Kita bisa juga membagikan tips-tips atau ilmu yang dikuasai kepada orang lain yang sekiranya membutuhkan, misalnya dengan membuat dan membagikan video-video edukatif di media sosial.
  • Mendukung usaha lokal. Membeli di warung di sekitar lokasi rumah untuk mendukung berkembangnya usaha mereka. Ini juga membantu mempererat ikatan sosial.
  • Terbuka membantu orang lain. Sesederhana memberikan waktu dan mau mendengarkan orang lain.
  • Mendoakan kebaikan untuk orang lain. Ini juga bentuk kontribusi yang sangat positif.

☘️ ☘️ ☘️

Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk memberikan kontribusi bagi komunitas dimana mereka berada. Saya percaya bahwa setiap orang ingin berkontribusi di lubuk hati mereka yang terdalam . We’re wired to do so, and that’s why it feels so good to give. 😍

"The meaning of life is to find your gift. The purpose of life is to give it away." — Pablo Picasso

Cara Melihat Orang Positif

Saya senang memperhatikan orang lain ketika mereka berinteraksi. Observing people is one of my things. Dari pengamatan saya, kiranya saya mempunyai beberapa indikasi praktis yang bisa diperhatikan dari orang lain saat mereka berinteraksi untuk mengetahui seberapa positif mereka. Tentu saja indikasi-indikasi ini bukan ukuran pasti, tetapi lebih menunjukkan kecenderungan; apakah ia lebih positif atau sebaliknya.

Berikut 5 indikasi praktis yang bisa diamati saat kita berinteraksi dengan orang lain:

Pertama, perhatikan bagaimana dia menyapa orang lain. Orang yang positif akan menunjukkan rasa hormat yang tidak dibuat-buat ketika ia menyapa. Pancaran mata dan sikap yang natural akan menunjukkan apakah seseorang sungguh menghormati orang yang ia sapa.

Kedua, isi pembicaraannya. Kecenderungan membicarakan urusan pribadi orang lain (gossiping) jelas-jelas menunjukkan bahwa orang tersebut cenderung tidak positif. Orang positif akan cenderung membicarakan gagasan-gagasan yang baginya menarik.

Ketiga, tidak mendominasi pembicaraan. Dengan rendah hati ia akan memberikan ruang (space) seluas-luasnya kepada orang lain untuk berbicara, dan ia akan dengan cermat memperhatikan. Memberikan “undivided attention” juga adalah penanda khas orang-orang positif.

Keempat, perilaku sopan. Akan sangat alami terdengar dari bibir mereka kata-kata seperti “terimakasih” , “maaf” , “permisi” , dan “tolong” . Mereka sangat memahami bahwa kata-kata ini memiliki daya untuk mengubah suasana pembicaraan menjadi lebih konstruktif dan ‘berbuah’.

Kelima, tidak merendahkan orang lain, baik dari perkataan maupun dari sikap fisik. Ada orang yang dari tatapannya saja terkesan merendahkan orang lain (condescending gaze), dan itu akan terbaca lawan bicara. Dampaknya adalah interaksi menjadi tidak nyaman dan pasti tidak menyenangkan.

☘️ ☘️ ☘️

Intinya adalah bahwa orang positif benar-benar menghormati orang lain, dan sikap hormat ini sudah menjadi bagian dari karakter mereka karena acap dilatih.

Kamu setuju dengan kelima indikasi ini? 😘

Dua Ilmu Hidup dari Besse Cooper

Besse Cooper adalah salah satu orang berusia panjang yang mencatatkan usia 116 tahun (tepatnya 26 Agustus 2012) di Guinness Book of World Records.

Apa rahasianya?

Ketika ditanya hal ini, jawaban dari Besse Cooper hanya 2: tidak mencampuri urusan orang lain dan tidak mengkonsumsi makanan sampah (junk food).

Lalu apa yang bisa kita petik dari kedua ‘ilmu hidup’ Besse Cooper ini?

Fokus pada urusan sendiri

Tidak mencampuri urusan orang lain menghindarkan kita dari drama yang tidak perlu, kecenderungan untuk selalu membandingkan diri dengan orang lain, dan stress yang tentu tidak kita inginkan.

Fokus pada urusan diri sendiri berarti kita memahami betul tujuan hidup, menjauhkan diri dari drama (yang menguras energi tetapi tidak berfaedah juga), dan berfokus menjalani hidup demi kebaikan orang lain di sekitar. Ini ternyata memberikan ‘bonus’ usia hidup yang lebih panjang, sebagaimana telah dibuktikan Besse Cooper.

Jangan mengkonsumsi makanan sampah (junk food)

Makanan sampah yang dimaksud di sini bukan hanya apa yang terletak di piring kita setiap hari, tetapi juga tentang informasi yang kita konsumsi.

Maka apa-apa yang kita lakukan setiap hari, orang-orang yang menjadi teman kita bergaul setiap hari, semangat apa yang kita bawa dalam perjalanan hidup, informasi apa yang kita serap setiap hari, semuanya menjadi penting.

Cerita Besse Cooper ini saya baca dari blog ini.

Dari kedua kebiasaan besar Besse Cooper di atas, intinya adalah tentang menentukan bagaimana kita mengisi hidup; apakah kita mengelilingi diri kita dengan orang-orang yang positif, dan apakah kita berfokus pada kontribusi yang ingin kita sumbangkan kepada lingkungan sekitar, bagaimana kita mengoptimalkan energi kita pada hal-hal yang baik dan bernilai.

Besse Cooper telah membuktikan bahwa menginvestasikan hidup pada hal-hal baik akan memastikan kita ‘memanen’ hal-hal baik juga dari hidup, salah satunya berumur panjang.

What about you?

Menyederhanakan Hidup

On Marissa’s Mind: Menyederhanakan Hidup

Setelah menonton video Marissa Anita ini, saya jadi teringat bahwa saya pernah menulis sebuah postingan yang masih berkaitan dengan penyederhanaan hidup di sini. Membuat batas yang sehat antara hal-hal yang benar-benar penting bagi kehidupan dan hal-hal lainnya yang tidak begitu penting memberikan ‘ruang’ yang lega untuk hidup kita sendiri.

Versi video dan teks Marissa Anita ini bisa disimak di laman Greatmind, dan penjelasan tentang cara menyederhanakan hidup ala psikolog Amy Morin yang dibahas Marissa dalam videonya juga bisa dibaca secara lengkap di artikel ini.

A New Wooden Chair for Pope Francis

I haven’t found the right words to accurately and properly describe this, but what I experienced while watching this video this evening was beautiful. Paul de Livron— who appears to be a French engineer, a craftsperson, and disabled due to an accident while hiking—is designing a special wheelchair for Pope Francis, who now uses a wheelchair most of the time due to aging and health concerns. The fact that a disabled man is trying to help another person who’s facing the same condition is so touching and empowering! He doesn’t appear to be defined or defeated by his current limitations because of his disability. He still exudes an energized spirit. This is truly inspiring, and can I say that this exemplifies love so well? Love seems to be the driving force that empowers Paul de Livron to continue doing something he loves, and I could sense the beautiful energy that moved him as I watched the video.

A New Wooden Chair for Pope Francis is Being Designed

Lagom, The Art of ‘Just Enough’

So, as I was looking for a good discussion topic this evening, it occurred to me that lagom—the Swedish art of ‘just enough’—might be a good candidate. I intend to make this one of my topics for next month on the SEFEO English community, which I joined in February of this year. This will be an interesting topic for people in general, as it is about living a moderate life, which I believe many, if not all, people aspire to.

If you’re reading this, here are two short YouTube videos and a good article to get you started. If you’re interested, feel free to explore more about lagom online.

The Swedish Concept of Lagom
Scandinavian Design | Minimalistic, Simple, and Cozy

A good and easy-to-read article about lagom can be accessed here; it’s well-written and clear. I think this is something we all need to consider seriously.

The following articles in Indonesian are worth-reading as well:

For You

The following is the clip of the latest song from Matteo Bocelli. The title is For You, lyrics available on Genius. According to an online source,

“For You” is a song about devotion and sacrifice for someone special. The song’s narrator is willing to endure desperate times and pain for the person he loves. Despite any difficulties, he will always stay committed to this person. He may not be religious, but he prays for them and sings for them wherever he is.

The lyrics suggest a nostalgia for happier times when things were positive. The narrator wonders how things got so dark. Despite the changes, the people and memories that made them who they are remain the same.

The chorus is an expression of his love and dedication. He will go through any obstacles and challenges until there is no time left. He will stand by their side even if it means running on broken glass or standing in burning grass, and he would give up everything for them.

Source: https://www.songtell.com/en/matteo-bocelli/for-you
Matteo Bocelli – For You

I found this song beautiful, and I think it’s worth-sharing here. Enjoy!

Juara Piala Dunia 2022?

Di ajang piala dunia tahun 2022 yang diselenggarakan di Qatar kali ini saya sejak awal mendukung tim nasional Brazil. Sejak dulu saya sangat mengagumi tim ini, karena menurut saya tim mereka ini paling bisa menampilkan sepak bola yang indah, sepak bola yang berseni. Saya terutama sangat menikmati permainan tim ini di masa keemasan Ronaldo, Ronaldinho, Rivaldo, Roberto Carlos, dll. Mereka semua bermain sangat bagus menurut saya dan tak tergantikan. Tendangan keras kaki kiri Roberto Carlos, misalnya, sangat khas dan sudah begitu melekat pada dirinya.

Di piala dunia 2022 ini, Neymar dkk. juga tampil sangat bagus menurut saya dan permainan mereka sangat berkelas. Mereka hanya tidak beruntung ketika bermain melawan Kroasia, dimana mereka berakhir imbang dan harus adu penalti. Ketidakberuntungan terjadi ketika dua pemain mereka, Rodrygo dan Marquinhos, gagal mengeksekusi penalti dengan baik.

Maka karena tim favorit saya sudah tumbang sebelum menuju semifinal, saya memutuskan untuk mendukung tim Argentina. Tim ini dalam laga-laga sebelumnya sebenarnya menurut saya tidak begitu kuat, tetapi saya sangat senang dengan permainan Messi. Kita bisa menikmati, misalnya, indahnya umpan yang ia berikan kepada Molina saat melawan Belanda. Itulah alasan saya mendukung tim nasional Argentina.

Subuh nanti tim mereka akan bertarung dengan Kroasia. Kita lihat saja bagaimana hasilnya dan siapa yang pada final tanggal 18 nanti akan menjadi juara dunia. Let us be ready for surprises! ☺️

Click to listen highlighted text!