Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.   Click to listen highlighted text! Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.

Menikmati Hari Ini

Bagaimana menikmati hari ini dengan cara-cara yang mudah dan sederhana?

Ini sebuah pertanyaan penting yang, bisa saja luput dari perhatian kita, apabila kita ‘terjebak’ dalam rutinitas sehari-hari. Ada tuntutan pekerjaan yang harus dituntaskan, misalnya, yang menyerap perhatian kita, sehingga membuat kita lupa untuk sedikit menikmati anugerah kehidupan ini. Dunia bergerak cepat, dan banyak hal yang bisa merampas waktu dan perhatian kita, apabila kita tidak benar-benar berkesadaran tentang apa yang sebenarnya mendasar dan penting.

Triknya ternyata terletak pada memberi perhatian pada hal-hal kecil, pada pilihan-pilihan praktis yang bisa diambil. Menikmati anugerah kehidupan adalah perihal menemukan kegembiraan dalam hal-hal sederhana yang seringkali terabaikan, seperti sejenak membiarkan diri menikmati sinar matahari, mendengarkan musik kesukaan, atau bahkan sekedar membiarkan diri untuk sesaat tidak melakukan apa pun yang produktif.

Dan berikut beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan semua orang:

  1. Awali dengan bersyukur

Cara paling sederhana untuk ‘menyuntikkan’ atmosfer positif dalam hidup kita adalah dengan bersyukur. Segera setelah bangun tidur, kita bisa bersyukur atas kesehatan, atas kasur yang nyaman yang membantu kita terlelap sepanjang malam, atas udara segar yang masih bisa kita hirup. Praktik sederhana seperti ini (barangkali) tidak akan terlihat signifikan saat kita melakukannya, akan tetapi secara kumulatif ini akan berdampak: membantu kita berfokus pada apa yang sudah ada, dan bukan pada apa yang masih kurang.

  1. Nikmati ritual pagimu

Kita bisa bangun lebih awal secara teratur agar kita tidak terburu-buru mengerjakan rutinitas pagi. Terkadang memang kita tidak selalu bisa bangun pagi tepat waktu, karena barangkali malam harinya kita tidur lebih telat dari biasanya, atau bisa saja cuaca mempengaruhi kita untuk merebahkan diri sedikit lebih lama. Tetapi apa pun kondisinya, kita bisa mencoba untuk tetap tenang di awal hari, agar bisa sungguh-sungguh menikmati awal hari yang baru. Menikmati kopi dan sarapan pagi dengan terburu-buru tentu sangat tidak menyenangkan. Maka perlu kita mengkondisikan diri agar momen-momen kecil namun berharga seperti ini tidak terlewatkan begitu saja. Spend a few extra minutes in these things.

  1. Cobalah bergerak

Aktivitas fisik telah terbukti sangat berdampak memperbaiki mood kita. Ada penelitian yang telah membuktikan ini. Maka menyediakan waktu untuk bergerak, sesederhana berjalan kaki sekurang-kurangnya 15 menit dalam sehari, atau melakukan kegiatan olahraga yang kita suka, akan secara signifikan memperbaiki mood dan level energi kita. Juga, kegiatan fisik seperti ini bisa menjadi semacam ‘mental break‘ dari rutinitas.

  1. Terhubung dengan orang lain

Hubungan antar manusia sangat vital dalam menunjang kebahagiaan kita. Penelitian 80 tahunan lebih yang dilakukan universitas Harvard telah membuktikan bahwa prediktor kebahagiaan seseorang tidak terletak pada status sosial, kekayaan, atau popularitas, tetapi pada kualitas relasi yang dimiliki orang tersebut dengan orang-orang lain di sekitarnya.

  1. Lakukan hobimu

Sisihkan waktu setiap hari untuk mengerjakan hal yang menyenangkan bagi kita, entah itu membaca novel, mengurus taman, melukis, atau memainkan alat musik. Mengerjakan hal yang menyenangkan biasanya bisa membuat kita lupa waktu sejenak, dan ini akan menyegarkan otak kita juga, sehingga kondisi mental kita akan lebih siap untuk menjalankan tanggung jawab kita, entah itu terkait pekerjaan atau sekolah.

  1. Mempraktikkan mindfulness

Mindfulness adalah seni untuk berkesadaran. Ini bisa dilakukan dengan meditasi atau latihan pernafasan, atau sekedar memberikan sedikit waktu untuk mengamati sekeliling kita. Kita berusaha untuk benar-benar sadar saat ini, apa pun yang sedang kita alami dan lakukan. Penelitian pun telah memvalidasi bahwa praktik ini membantu mengurangi stress dan meningkatkan kepuasan hidup. Praktik ini juga membantu kita untuk hidup lebih lambat dan bisa lebih mengapresiasi hal-hal indah dan baik dalam hidup.

  1. Lakukan refleksi positif

Saya menyadari bahwa sebagai seorang introvert dengan tipe INFJ-A, kecenderungan untuk pesimis lebih besar daripada optimis. Terkadang setelah membaca fakta-fakta di sekitar, saya biasanya cenderung menjadi pesimis. Tetapi berupaya untuk melihat hal-hal baik dalam hidup tentu juga penting, dan saya menyadari bahwa saya pun harus berupaya ‘mengimbangi’ kecenderungan untuk pesimis dengan ‘menyuplai’ otak saya dengan hal-hal positif, sekecil dan sesederhana apa pun itu.

Ada orang yang suka melakukan ini dengan menjurnal. Ada juga yang lebih suka mengingat-ingat sesaat sebelum tidur. Intinya adalah mencoba menyadari bahwa walaupun hidup penuh dengan hal-hal yang di luar harapan, atau tidak menyenangkan, tetap ada hal-hal baik yang sangat pantas disyukuri. Dalam jangka panjang ini akan membantu kita juga untuk lebih berpengharapan dalam hidup. Kita bisa lebih positif menatap masa depan, walaupun tentu saja masa depan penuh ketidakpastian.

Rasanya kalau kita bisa menerapkan hal-hal sederhana ini dalam hidup, kita bisa mengalami sebuah kehidupan yang lebih bermakna. Kita perlu menyadari bahwa sukacita seringkali ditemukan bukan dalam hal-hal besar dan fantastis, tetapi justru dalam momen-momen kecil yang terselip dalam perjalanan kehidupan setiap hari. Semuanya tergantung kepada kita apakah kita bisa mengapreasiasi hal-hal kecil ini untuk akhirnya menjadi landasan kebahagiaan kita.

Mari kita menghargai saat ini. Hari ini. Mari membuat hari ini menyenangkan, walau banyak tantangan. Tersenyumlah. 😊 🌷

“Man in the Car” Paradox

One particular concept that stands out in Morgan Housel’s The Psychology of Money is the “Man in the Car Paradox.” This paradox encapsulates the complex relationship between wealth, perception, and happiness. Let’s delve into the nuances of this paradox, but first, what is it all about?

Imagine driving past a person in a luxury car, envying their apparent wealth and success. However, what you don’t see is the financial stress, debt, or dissatisfaction that may accompany the owner of the luxury car. Meanwhile, the person driving a modest vehicle may be content, financially secure, and free from the burden of excessive consumption. The individual inside the car may be biased, thinking of themselves as cool and successful, when in reality, as the observer, you might imagine yourself driving the car, considering how cool and successful you would be.

Some key insights from this paradox are as follows:

  1. Relative Wealth vs. Absolute Wealth: Housel highlights the distinction between relative wealth (comparing oneself to others) and absolute wealth (financial security and peace of mind). The “Man in the Car Paradox” underscores that true wealth lies in achieving financial independence and contentment, rather than merely outpacing others in material possessions.
  2. The Illusion of Happiness: Society often equates wealth with happiness, leading individuals to pursue materialistic goals relentlessly. However, the paradox reveals that external markers of success may not always correlate with genuine fulfillment. Studies suggest that happiness derived from possessions is fleeting and often overshadowed by financial insecurity or comparison with others.
  3. The Importance of Perspective: The paradox emphasizes the significance of perspective in shaping our attitudes towards wealth and well-being. By reframing our definition of success and embracing gratitude for what we have, we can cultivate a more fulfilling and sustainable approach to money management.

What can we do about it?

Understanding the “Man in the Car Paradox” can profoundly influence our approach to personal finance. Instead of chasing superficial symbols of success, focus on building financial resilience, pursuing meaningful experiences, and nurturing relationships. Adopting a mindset of abundance and gratitude can lead to greater satisfaction and contentment, irrespective of one’s financial status. And that’s what truly matters in the end.

Practical Things We Can Do:

  • Prioritize financial goals based on personal values and long-term aspirations.
  • Practice mindful spending and differentiate between wants and needs.
  • Cultivate gratitude through regular reflection on life’s blessings.
  • Invest in experiences, relationships, and personal development rather than material possessions.
  • Embrace frugality as a means to achieve financial freedom and flexibility. I should emphasize though that this lifestyle is not for everybody.

☘️ ☘️ ☘️

The paradox serves as a poignant reminder that wealth is not merely a measure of material possessions but encompasses aspects of financial security, contentment, and perspective. By redefining our relationship with money and prioritizing intrinsic values over extrinsic markers of success, we can navigate the complexities of personal finance with greater wisdom and fulfillment.

As Morgan Housel eloquently states, “Being rich is having money; being wealthy is having time.” True wealth is achievable if you choose to embrace financial prudence, gratitude, and a holistic approach to well-being. 🤩

The Happiness Paradox

Have you ever noticed that the harder you try to be happy, the further it seems to slip away? It’s like chasing butterfliesthe more you pursue them, the flightier they become. This, my friends, is the paradox of happiness.

Imagine happiness as a beautiful wildflower. You can spend all day searching for the biggest, brightest bloom, but the truth is, happiness often thrives in unexpected places. It might be the warmth of sunlight on your face, the laughter shared with a loved one, or the quiet satisfaction of completing a task.

Here’s the twist: focusing solely on achieving happiness can backfire. It can make us:

  • Obsessive: We become fixated on external factors like material possessions or achieving certain goals, neglecting the simple joys in life.
  • Discontent: When we constantly chase after “more,” we fail to appreciate what we already have, leading to a feeling of dissatisfaction.
  • Pressured: The pressure to be happy can be overwhelming, creating anxiety and stress, which ironically, hinders our ability to actually experience happiness.

So, what’s the alternative?

The key lies in shifting our perspective. Instead of chasing a fleeting feeling, we should focus on living a meaningful life. This involves:

  • Finding purpose: What brings you a sense of fulfillment? It could be volunteering, pursuing a creative passion, or simply spending quality time with loved ones.
  • Practicing gratitude: Take a moment each day to appreciate the good things in your life, no matter how small. This simple act can significantly boost your mood.
  • Living in the present: Savor the experiences of the here and now, instead of dwelling on the past or worrying about the future.

Remember, happiness is not a destination, it’s a journey. Like the Chinese proverb says, “The journey of a thousand miles begins with a single step.” Take small steps each day towards living a meaningful life, and you’ll find that happiness naturally blossoms along the way.

Here are some inspiring quotes to ponder:

"Happiness is not something you pursue, it is something that comes as a byproduct of a life well lived."Eleanor Roosevelt
"Don't chase happiness, create it."Jim Rohn
"The purpose of life is not to be happy. It is to be useful, to be honorable, to be compassionate, to have it make some difference that you have lived and lived well."Ralph Waldo Emerson

So, the next time you find yourself chasing happiness, take a deep breath, shift your focus, and embrace the beautiful journey of life. You might be surprised by the happiness you find along the way. 😉

Menikmati Hari Ini

"The best way to pay for a lovely moment is to enjoy it." — Richard Bach

Bagaimana sebenarnya kita bisa benar-benar menikmati hari ini? Apabila kita bisa bangun pagi dari tempat tidur dalam keadaan yang sehat, bisa menggerakkan tubuh kita tanpa rasa sakit (atau minim rasa sakit), dan kita bisa melihat sekitar, menikmati secangkir teh atau kopi, bisa merasakan kesegaran udara pagi, bisa merasakan aneka sensasi dari pengalaman inderawi kita, maka itu semuanya adalah cara-cara terbaik untuk menikmati anugerah kehidupan ini. Berkesadaran penuh membuat kita bisa ‘menyelam’ dalam berbagai pengalaman sehari-hari, yang walaupun tampaknya biasa, bisa dinikmati dan dimaknai juga dalam rasa syukur. Berkesadaran penuh juga bisa membuat kita menyikapi setiap pengalaman dengan pola pikir yang sehat, bahkan untuk pengalaman yang menimbulkan frustrasi sekali pun. Kita bisa mengelola sikap mental terhadap pengalaman tersebut dengan tetap meyakini bahwa kita tetap bisa belajar sesuatu darinya, kendati saat ini perasaan kita tidak nyaman.

Menyadari kefanaan juga bisa membantu. Setiap hari adalah anugerah, dan akan ada saatnya bahwa hari ini menjadi hari terakhir kita. Mendasarkan pikiran dan pilihan tindakan kita pada ‘bingkai’ kesementaraan ini akan sangat membantu kita tetap berkesadaran penuh, dan menjadikan pengalaman-pengalaman yang tampak biasa menjadi sungguh bernilai, karena pada hakikatnya, tidak ada ‘pengalaman biasa’. Semua yang bisa kita alami, terima, nikmati, adalah pengalaman-pengalaman luar biasa, karena tidak ada pengalaman kita yang persis sama setiap hari, dan setiap pengalaman pada dasarnya adalah baru, walaupun terkesan sama dengan pengalaman-pengalaman di hari sebelumnya. Menyadari kefanaan ini dikenal dengan praktik memento morimengingat kematian, untuk senantiasa menyadarkan kita akan hakikat kehidupan manusia yang pasti akan berakhir.

Lalu, menerima setiap pengalaman sebagaimana ‘wujud’ aslinya, tanpa berharap bahwa hal-hal akan terjadi secara berbeda. Apa yang ditakdirkan untuk terjadi pasti akan terjadi. Frustrasi bisa muncul karena kita memiliki keinginan akut bahwa hal-hal ‘semestinya‘ terjadi menurut keinginan kitasesuatu yang diberi istilah ‘must-urbation‘ oleh psikolog Albert Ellis. Praktik menerima keadaan ini dikenal dengan amor fati. Ketika sebuah pengalaman tidak sesuai dengan harapan, tentu ada resistensi dari pihak kita, dan ini normal, akan tetapi kalau kita bisa mengelola cara pandang bahwa apa yang sedang terjadi tetap bisa menjadi ‘arena’ bagi kita untuk bertumbuh semakin baik, maka pengalaman itu pasti akan bisa menjadikan kita lebih baik.

Melepaskan diri dari berbagai beban mental juga sangat baik. Penyesalan di masa lalu, kekhawatiran akan ketidakpastian di masa depan, hanya akan ‘menyita’ banyak tempat dalam ruang pikir kita, sehingga hanya akan membuat segalanya terasa lebih berat dari yang sebenarnya. Kita perlu senantiasa melatih diri untuk menyadari bahwa kehidupan berjalan menurut kecerdasan Ilahi, logos, yang jauh melebihi kecerdasan kita, jauh melebihi apa yang bisa kita pikirkan. The world does not revolve around your thinking. Maka beban-beban mental dari masa lalu dan masa depan bisa dikelola dalam alam pikiran kita, apabila kita terhubung baik dengan Sumber Kehidupan itu sendiri.

Memberikan waktu dan perhatian juga bentuk dari menikmati hari ini. Sejenak melupakan urusan “diri” dan memberikan perhatian dan waktu kepada orang-orang di sekitar adalah sesuatu yang bisa diakses semua orang. Barangkali self-giving istilah yang tepat untuk ini. Perjalanan waktu menjadi tidak terasa, karena kita bisa ‘larut’ dalam interaksi dengan orang lain, dan kita sungguh-sungguh melebur di dalamnya. Terdengar indah, bukan? 😘

Carpe diemEnjoy each day!

Gerakan #DailyGratitude

Di awal tahun 2024 ini, saya ingin melanjutkan kebiasaan menulis jurnal rasa syukur (gratitude journal) yang rasanya belum begitu konsisten dilakukan di tahun 2023 melalui sebuah gerakan personal berlabel #DailyGratitude. You can do the same if you so choose.

Mengapa harus konsisten mengekspresikan rasa syukur?

Beberapa hasil penelitian berikut menjelaskan dampak-dampak baik dari mengungkapkan rasa syukursalah satunya dengan menulis jurnal rasa syukur secara konsisten (dan tulus, tentunya):

Manfaat Mental dan Emosional

  • Menekan kecemasan dan depresi: Sebuah pengkajian kuantitatif (meta-analysis) dari 70 penelitian menemukan bahwa intervensi praktik bersyukur berdampak signifikan pada penurunan depresi dan kecemasan. (Emmons & McCullough, 2003)
  • Meningkatkan kebahagiaan dan tingkat kepuasan hidup: Penelitian terhadap 300.000 responden menemukan bahwa mempraktikkan kebiasaan berterimakasih dan bersyukur sangat berhubungan dengan tingkat kepuasan hidup dan kebahagiaan. (Lyubomirsky et al., 2005)
  • Meningkatnya kualitas tidur: Sebuah penelitian menemukan orang-orang yang terbiasa bersyukur bisa tidur lebih cepat, lebih lama, dan umumnya melaporkan kualitas tidur yang lebih baik. (Snyder & Lopez, 2009)
  • Meningkatnya ketangguhan: Kebiasaan berterimakasih dan bersyukur dinyatakan sangat membantu orang mengatasi stres dan kemalangan; orang-orang ini memiliki ketangguhan dan kestabilan emosional yang lebih baik. (Sin & Lyubomirsky, 2009)

Manfaat untuk Kesehatan Fisik

  • Meningkatnya kesehatan jantung: Praktik berterimakasih dan bersyukur secara konsisten terkait sangat erat dengan tekanan darah yang lebih rendah, tingkat peradangan yang rendah, dan juga sistem imun tubuh yang lebih baik. (McCraty et al., 2003)
  • Pengurangan rasa nyeri: Sebuah penelitian menemukan bahwa ternyata individu-individu yang konsisten bersyukur melaporkan tingkat nyeri tubuh yang lebih rendah dan lebih berkemampuan dalam mengelola rasa sakit dan nyeri pada tubuh. (Wood et al., 2009)
  • Menunjang perilaku sehat: Tampaknya kebiasaan bersyukur secara tulus juga akan membuat orang memilih pola hidup yang lebih sehat, seperti rajin berolahraga dan makan dengan pola yang seimbang. (Sin & Lyubomirsky, 2009)

Sebelum beranjak ke manfaat bersyukur dalam relasi sosial, silakan disimak video dari universitas Harvard berikut tentang manfaat bersyukur dalam hidup. ⤵️

Could gratitude make your life better? Harvard University

Manfaat dalam Relasi Sosial

  • Hubungan yang lebih kuat: Kebiasaan bersyukur meningkatkan kualitas komunikasi, menguatkan ikatan sosial, dan mendorong interaksi yang lebih positif dengan orang lain. (Algoe et al., 2010)
  • Mendorong perilaku pro-sosial: Orang-orang yang terbiasa bersyukur cenderung akan lebih suka menolong, baik hati dan tulus, dan memiliki tenggang rasa terhadap orang lain. (Post et al., 2007)
  • Meningkatnya kesejahteraan batin: Kebiasaan bersyukur memperteguh makna dan tujuan hidup kita, yang pada akhirnya berkontribusi pada tingkat kesejahteraan dan ketenangan batin dan kepuasan hidup. (McCullough et al., 2002)

Setelah membaca hasil-hasil penelitian tersebut, saya tergerak untuk semakin konsisten lagi menjalankan praktik menulis jurnal rasa syukur (at least cognitively 😄).

Setelah kita memahami prinsip penting ini, barulah kegiatan bersyukur akan benar-benar mendatangkan manfaat yang baik bagi kita. Menulis jurnal secara rutin terkadang bisa terasa sebagai sebuah rutin harian saja (chore), apabila tidak benar-benar dinikmati sebagai sebuah proses yang reflektif. I had experienced this a lot, to be honest.

Baiklah, berikut ada beberapa format jurnal rasa syukur yang bisa menjadi panduan, apabila Anda yang sedang membaca postingan ini juga ingin memulai menjurnal. Tetapi di luar format ini, tentu setiap orang bisa membuat format sendiri yang benar-benar sesuai preferensi mereka.

Format Singkat dan Sederhana

Format jurnal sederhana bisa diunduh di bawah ini.

Format Berbasis Refleksi

Pada format ini, kita menuliskan respons terhadap pertanyaan-pertanyaan penggugah (prompts) seperti misalnya:

  • Berkat tak terduga apa yang kuterima hari ini?
  • Bagaimana seseorang (si X, misalnya) membuat hidupku lebih berwarna hari ini?
  • Momen apa yang membuatku kagum (pada seseorang atau sesuatu) hari ini?
  • Satu pelajaran hidup yang membuatku bersyukur hari ini:

Dengan prompts seperti beberapa contoh di atas, kita mencoba mengelaborasi sebuah pengalaman di hari tersebut secara reflektif.

Format Berfokus pada Visualisasi

Apabila kita menggunakan format ini, berikut beberapa prompts yang bisa diikuti:

  • Kita menutup mata dan mencoba membayangkan momen yang terasa paling damai di hari tersebut. Visualisasikan sejelas-jelasnya pengalaman tersebut.
  • Ketika kita membayangkan memegang secangkir rasa syukur yang melimpah-limpah, apa kira-kira resep dalam secangkir rasa syukur yang melimpah itu?
  • Andai kita bisa menulis kartu ucapan terimakasih kepada semesta, apa kira-kira kata-kata yang akan kita tuliskan di kartu tersebut?

Format Berorientasi Tindakan (Action-Oriented)

  • Kepada siapa saja aku harus berterimakasih hari ini? (dengan menelepon, mengirim pesan teks, atau membayangkan wajah mereka sekilas sambil berterimakasih dalam hati)
  • Satu cara yang bisa kulakukan untuk membagikan berkat kepada orang lain:
  • Satu hal yang bisa kulakukan besok sebagai ungkapan rasa syukur:

Format Kreatif

  • Menulis haiku atau puisi pendek yang berisikan ungkapan syukur.
  • Menggambar sketsa atau simbol yang merepresentasikan berkat terbesar dalam hidupmu.
  • Membuat kolase benda-benda yang engkau syukuri dalam bentuk foto atau kliping.

Setelah mengetahui manfaat menjurnal (yang didukung oleh banyak penelitian), maka tahap eksekusi menjadi bagian inti dari kegiatan menulis jurnal itu sendiri. Joel Brown mengatakan, “An idea that is developed and put into action is worth more than an idea that exists only as an idea.” Terkadang mudah sekali memaparkan suatu ide yang bagus, tetapi seringkali tidak ditindaklanjuti dengan disiplin dalam pelaksanaan idenya. (and I’m speaking to myself here 🤭)

Saya ingin menutup postingan ini dengan sebuah quote manis berikut,

What’s for 2024?

In the dawn of the new year, I reflect on what I’ve been through and what lies ahead. This year brought a remarkable loss to me personally, as my father passed away last September. To be frank, I am still struggling with this deep sadness within me at this very moment, but I try my best to find hope and a sense of purpose for the upcoming year.

Thinking Less for a More Peaceful Life

A few moments of reflection brought me to this realization: I should think less. Not only did I used to busy myself with internal chatter that, most of the time, added only noise to my thinking process, but it also caused a lot of inessential worries. Over-analyzing situations is paralyzing, and the burden of expecting too much from something can be overwhelming. And that led me to this new mantra: simplicity, present focus, and mindful living. These seem to be a good recipe for a peaceful life in the coming new year.

Becoming A Dad: Providing and Embracing Service

Now that my dad is gone, I understand the complexities of fatherhood. I’m officially becoming a dad for the family, not only for my little family. Taking care of them and my mom gives me a broader perspective, embracing this role to its fullest, appreciating every little thing, and making use of the small joys in life to create a sense of closeness. To behave as a wise man is no longer simply about shouldering responsibilities but cherishing the memories we shared. More to it, it’s also about embodying the values he instilled in us, treating them as precious as life itself. These legacies can empower us, helping us navigate through the slings and arrows of our daily lives.

Desires for a Meaningful Life and God’s Graces

Looking ahead, my aspirations for 2024 are rooted in a desire for a life imbued with meaning and enriched by God’s graces. Amidst the challenges, I yearn for moments of profound connection, a life filled with purpose, and an unwavering faith that carries me through both joy and sorrow.

As in Psalm 23:4 (NIV):

"Even though I walk through the darkest valley, I will fear no evil, for you are with me; your rod and your staff, they comfort me."
Embracing the Paradigm of Service

In the pursuit of a peaceful and meaningful life, the paradigm of service beckons. Whether through small acts of kindness or more significant contributions, the goal is to be a positive force in the lives of others and in society at large. The idea is not grandeur, but a genuine and humble commitment to making a difference, no matter how small.

Contributing to Society: A Desire for Impact

In 2024, I aspire to contribute something meaningful to society. It might be a small act of kindness, a thoughtful gesture, or perhaps a work of art that resonates with others. The size of the contribution is not the focus; rather, it’s the intention to leave a positive imprint and be part of a collective effort to make the world a better place.

Best wishes,

Paulinus Pandiangan

A New Wooden Chair for Pope Francis

I haven’t found the right words to accurately and properly describe this, but what I experienced while watching this video this evening was beautiful. Paul de Livron— who appears to be a French engineer, a craftsperson, and disabled due to an accident while hiking—is designing a special wheelchair for Pope Francis, who now uses a wheelchair most of the time due to aging and health concerns. The fact that a disabled man is trying to help another person who’s facing the same condition is so touching and empowering! He doesn’t appear to be defined or defeated by his current limitations because of his disability. He still exudes an energized spirit. This is truly inspiring, and can I say that this exemplifies love so well? Love seems to be the driving force that empowers Paul de Livron to continue doing something he loves, and I could sense the beautiful energy that moved him as I watched the video.

A New Wooden Chair for Pope Francis is Being Designed

5 Hal untuk Disyukuri Pagi Ini

Ilustrasi Bersyukur

Hai, berikut 5 hal yang saya syukuri di pagi ini, Kamis, 23 Maret 2023:

Pertama, saya bersyukur atas kesempatan untuk menjalani hidup di hari yang baru ini. Pagi tadi saya bangun dalam keadaan sehat dan bisa menikmati secangkir kopi hangat sebelum berangkat bekerja.

Kedua, saya bersyukur bisa bertemu dengan teman-teman saya di tempat kerja dan mereka semua terlihat dalam keadaan yang baik. Akan berbeda tentunya apabila ada salah satu yang sakit atau berhalangan untuk hadir karena alasan tertentu.

Ketiga, saya bersyukur bahwa anak-anak saya dalam keadaan yang baik di Pematangsiantar. Mereka masih libur sekolah hari ini (cuti bersama hari raya Nyepi). Saya senang melihat foto-foto mereka yang dikirimkan ibunya melalui WhatsApp.

Keempat, saya bersyukur atas keadaan bioreaktor pagi ini. Ini adalah area tanggungjawab saya dan saya merasa senang bahwa keadaannya pagi ini terlihat baik. Saya bersyukur bahwa saya bisa membantu dalam produksi daya listrik untuk keperluan operasional pabrik dan penerangan di afdeling-afdeling yang kami layani.

Kelima, saya bersyukur bahwa saya bisa mengirimkan laporan dengan lancar tanpa ada gangguan jaringan seluler pagi ini. Semua laporan terkirim dengan baik dan hal ini sangat pantas disyukuri karena melaporkan informasi proses dan analisis laboratorium adalah salah satu tugas penting saya setiap hari.


Pada dasarnya diberikan waktu 1 x 24 jam adalah anugerah terbesar dalam hidup saya setiap hari, karena dalam 24 jam itu banyak kebaikan-kebaikan kecil yang bisa dilakukan dan ada banyak waktu untuk melakukan hal-hal baik, entah itu membagikan tulisan, menulis jurnal rasa syukur seperti ini, atau berkomunikasi dengan keluarga dan orang-orang terkasih.

Mari selalu menanamkan niat untuk BERSYUKUR SETIAP HARI! 🤩

Salam,

Paulinus Pandiangan

Jurnal Rasa Syukur Pagi Ini

Selasa, 21 Maret 2023

Berikut 3 hal yang saya syukuri pada pagi Selasa ini, 21 Maret 2023:

Pertama, saya bersyukur atas anugerah kesehatan di hari yang baru ini. Malam sebelumnya saya merasa migrain dan langsung mengkonsumsi obat pereda sakit kepala. Puji Tuhan bahwa pagi harinya saya bangun pagi dalam keadaan segar dan sehat. Tidur saya sepanjang malam juga cukup pulas. Syukur kepada Tuhan atas berkat ini! ☺️

Kedua, saya bersyukur bahwa pagi ini saya dihubungi anak kedua saya, Rafael, melalui video call. Saya merasa senang bisa berbincang sebentar dengan anak saya, walaupun kami berjauhan. Saya bekerja di Kalimantan Tengah, dan mereka bersekolah di Sumatera. I am happy to see him well and healthy.

Ketiga, saya bersyukur atas kedua orangtua saya yang masih sehat. Saya merasa bahwa memiliki kedua orangtua yang masih lengkap adalah suatu anugerah tersendiri, dan semoga Tuhan memberkati apa yang saya kerjakan dan memberikan rejeki melimpah, agar saya bisa menikmatinya bersama kedua orangtua saya. Semoga saya bisa memberikan kebahagiaan kepada mereka berdua di masa tuanya ini.

Sudahkah bersyukur hari ini? 😉

Salam,

Paulinus Pandiangan
Click to listen highlighted text!