Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.   Click to listen highlighted text! Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.

Menyederhanakan Hidup

On Marissa’s Mind: Menyederhanakan Hidup

Setelah menonton video Marissa Anita ini, saya jadi teringat bahwa saya pernah menulis sebuah postingan yang masih berkaitan dengan penyederhanaan hidup di sini. Membuat batas yang sehat antara hal-hal yang benar-benar penting bagi kehidupan dan hal-hal lainnya yang tidak begitu penting memberikan ‘ruang’ yang lega untuk hidup kita sendiri.

Versi video dan teks Marissa Anita ini bisa disimak di laman Greatmind, dan penjelasan tentang cara menyederhanakan hidup ala psikolog Amy Morin yang dibahas Marissa dalam videonya juga bisa dibaca secara lengkap di artikel ini.

Lagom, The Art of ‘Just Enough’

So, as I was looking for a good discussion topic this evening, it occurred to me that lagom—the Swedish art of ‘just enough’—might be a good candidate. I intend to make this one of my topics for next month on the SEFEO English community, which I joined in February of this year. This will be an interesting topic for people in general, as it is about living a moderate life, which I believe many, if not all, people aspire to.

If you’re reading this, here are two short YouTube videos and a good article to get you started. If you’re interested, feel free to explore more about lagom online.

The Swedish Concept of Lagom
Scandinavian Design | Minimalistic, Simple, and Cozy

A good and easy-to-read article about lagom can be accessed here; it’s well-written and clear. I think this is something we all need to consider seriously.

The following articles in Indonesian are worth-reading as well:

Simplify, Simplify, Simplify.

Judul di atas bisa dijadikan mantra kalau kita merasa bahwa kepala kita sedang penuh dengan berbagai hal. Faktanya adalah: berbagai hal dalam kepala tersebut adalah pikiran-pikiran kita sendiri, dan kita kalut dengan pikiran-pikiran kita sendiri. Kita tenggelam dalam benak kita sendiri. Keadaan seperti ini ternyata dapat diatasi dengan mencoba kembali kepada esensi dari berbagai hal yang ‘meributi’ pikiran kita tersebut. Di sinilah penekanan dari mantra tadi: simplify, simplify, simplify. Kalau sudah dibedah dengan tenang, berbagai hal tadi pada akhirnya dapat dipahami dengan lebih baik dan, barangkali, tidak sebesar apa yang terpikirkan di awal, dan bahkan kita bisa ‘mencoret’ berbagai hal yang ternyata tidak esensial dari daftar panjang hal-hal yang ‘meributi’ pikiran.

Ada sebuah teknik menarik yang saya baca di blog Leo Babauta pagi ini. Berikut saya sarikan apa yang menjadi inti idenya:

  • Perasaan kalut ini terjadi karena kita berkomitmen pada terlalu banyak hal. Kita memilih seperti ini karena pada dasarnya kita ingin berusaha menjadi orang yang baik bagi orang lain, sehingga sulit untuk menolak (berkata Tidak pada hal dimaksud).
  • Dengan banyaknya hal yang perlu ditindaklanjuti, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah berfokus pada satu hal untuk satu waktu tertentu (one thing at a time), dan setelahnya barulah kita mengerjakan hal yang berikutnya. Membuat prioritas menjadi sangat penting di sini.
  • Kita harus melatih diri untuk mengatakan Tidak pada berbagai hal yang tidak esensial; dengan kata lain ‘mengamankan’ slot waktu kita yang berharga untuk hal-hal yang bernilai saja.

Pada dasarnya kita harus tetap membuat batasan yang sehat terhadap berbagai hal. Don’t say yes to all things, since not all of them are necessary.

Dan itulah inti dari melakukan penyederhanaan: berfokus pada nilai dan esensi.

Simpel Saja!

Penyakit umum yang terjadi pada banyak orang saat ini adalah overthinking. Terlalu banyak berpikir—atau lebih tepatnya khawatir—terhadap berbagai hal. Mungkin karena informasi yang bisa kita akses sudah terlalu banyak, atau juga karena kurangnya fokus dalam hidup yang membuat orang begitu mudah terdistraksi.

Filsuf Stoikisme bernama Marcus Aurelius nampaknya juga menyadari ‘penyakit’ ini di eranya. Dalam jurnal Meditations dia berbicara tentang perlunya berfokus pada apa yang sedang kita kerjakan dan tidak terganggu dengan bermacam distraksi. “Just do your job“, itulah kalimat yang selalu diucapkan pelatih Bill Belichick kepada para pemainnya. Lakukan dan berfokus saja pada tugas yang di ada di depan mata saat ini.

Kalau kita sungguh menyadari ini, banyak kerumitan dalam berpikir, bertindak, dan bekerja yang sebenarnya bisa diurai. Kalau kita bisa melihat gambaran besar kehidupan dan hanya berfokus pada 1 atau 2 hal yang bernilai bagi kita, hidup akan menjadi lebih simpel, dan kita tidak akan mudah terombang-ambing oleh arus distraksi yang disajikan media-media informasi.

Pertanyaannya, maukah kita menjadi orang yang sungguh hidup simpel, mulai hari ini?

Salam,

Paulinus Pandiangan
Click to listen highlighted text!