‘Contemplatioā adalah versi Latin untuk ‘contemplationā, atau berpikir tentang sesuatu secara mendalam. Ini adalah proses introspektif dimana kita secara sadar memilih untuk merefleksikan sesuatu. Berefleksi tentu saja secara alamiah adalah proses yang perlahan. Tidak diburu. Maka ketika kita berkontemplasi, kita masuk ke dalam ‘slow mode‘.
And that is where the magic starts to happen.
Kontemplasi itu sebenarnya apa?
Kontemplasi adalah upaya untuk tetap memiliki ‘kejernihan batinā di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Ini hanya akan terjadi apabila kita ‘menepikanā segala gangguan, setidaknya untuk sementara, dan ‘melarutkanā diri dalam refleksi. Dalam kontemplasi kita justru ‘bergulatā dengan isi pikiran, perasaan, atau hal tertentu yang tengah menarik perhatian. Kontemplasi adalah proses introspektif yang dilakukan dengan tenang dan cermat untuk memperoleh pemahaman yang utuh akan berbagai ide atau hal yang menarik bagi kita.
Apa saja manfaatnya?
- Pertama, kejernihan pikiran. Ibarat merapikan meja yang penuh dengan lembaran berkas, kontemplasi adalah ‘merapikan pikiranā dan membantu kita ‘melihatā berbagai hal dengan ‘jernihā.
- Kedua, tentu akan mempengaruhi emosi kita. Saya pernah membaca bahwa isi pikiran mempengaruhi emosi, dan sebaliknya, emosi menimbulkan pikiran-pikiran baru. Merefleksikan emosi sangat berpotensi membantu kita dalam memahami dan selanjutnya mengendalikannya. Emotional regulation.
- Meningkatkan kreatifitas. Berpikir secara mendalam akan memungkinkan kita mengeksplorasi ide-ide dan konsep secara terperinci. Ini seringkali membukakan pikiran kita akan hal-hal baru yang barangkali tidak disadari sebelumnya.
- Menjadi lebih sadar diri. Kontemplasi akan membuat kita semakin mengenal siapa kita sebenarnya. Dengan mengenal diri secara baik, kita selalu akan tahu apa yang harus dilakukan. Pribadi kita akan bertumbuh.
Lalu bagaimana mempraktikkannya?
Berikut cara-cara yang dapat dilakukan untuk berkontemplasi:
Pertama, temukan tempat yang hening. Tempat seperti ruangan yang hening, taman, atau tempat lain dimana kita bisa merasa damai.
Kedua, sediakan waktu. Tidak ada standar waktu untuk kontemplasi. Apabila 15 sampai 20 menit dirasa cukup, maka menyisihkan waktu 20 menit setiap hari rasanya tidak sulit. Di luar hari kerja biasa, saya pun sering menggunakan hari Minggu untuk memikirkan sesuatu yang menarik.
Ketiga, menentukan fokus. Apa yang ingin saya refleksikan tentu akan berbeda dengan orang lain. Setiap orang bisa mengkontemplasikan berbagai hal yang penting bagi mereka, misalnya persoalan hidup, sebuah kalimat menarik dari buku, pertanyaan filosofis, atau perasaan masing-masing.
Keempat, merilekskan diri. Kontemplasi tidak akan terjadi dalam suasana tegang. Maka kita harus membiarkan diri untuk rileks dan bernafas dengan tempo yang tenang. Seperti yang saya sampaikan di awal, kita beroperasi dalam ‘slow mode‘.
Kelima, amati isi pikiran dan refleksikan. Biarkan pikiran-pikiran itu mengalir secara alami. Amati tanpa menghakimi. Refleksikan mengapa pikiran-pikiran itu muncul dan apa artinya bagi kita secara pribadi.
Keenam, tuliskan. Saat kita menulis hasil refleksi, kita ‘mengkristalkanā hasil refleksi itu. Pada akhirnya praktik menuliskan buah refleksi akan memperkuat pemahaman kita akan diri kita sendiri. Itās pretty much like self-auditing our thoughts and feelings.
Ketujuh, membuat dialog dengan diri sendiri. Kita bisa mengajukan pertanyaan reflektif seperti, “Mengapa saya merasakan emosi ini?” atau “Apa yang bisa saya pelajari dari hal atau pengalaman ini?”
Terakhir, bersabarlah dengan diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan pada diri sendiri seringkali tidak langsung terjawab. Tujuan kontemplasi bukanlah untuk menemukan jawaban saat itu juga. Berikan waktu pada pikiran kita untuk berproses.
Teknik kontemplasi juga ada macam-macam. Ada kontemplasi di alam terbuka dimana orang mereflesikan keindahan dan kompleksitas alam sekitar. Ada juga kontemplasi musik dan seni, dimana orang berusaha menggabungkan unsur-unsur seni dan musik dalam kontemplasinya untuk bisa merefleksikan emosi mereka dengan sepenuhnya. Juga ada kontemplasi religius, dimana orang merefleksikan isi kitab suci dan ajaran-ajaran spiritual. Dan ada pula kontemplasi filosofis, dimana orang ‘bergumulā dengan pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang esensi hidup dan arti menjadi manusia, misalnya.
Hakikat kontemplasi dilakukan adalah agar kita memperoleh kejelasan arah hidup, membuat kita lebih memahami emosi dan lebih terampil mengendalikannya, dan pada akhirnya agar kita semakin bertumbuh, baik secara mental maupun spiritual. š»
"Contemplation is the highest expression of manās intellectual and spiritual life. It is that life itself, fully awake, fully active, fully aware that it is alive.ā ā Thomas Merton