Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.   Click to listen highlighted text! Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.

Menjadi Stoik yang Gagal

Konotasi umum yang beredar terkait Stoikisme adalah bahwa menjadi Stoik berarti berhasil ‘menekan’ perasaan. Berlatih menjadi Stoik adalah berlatih untuk tidak menunjukkan perasaan.

Pernyataan kedua itu pada dasarnya ada benarnya. Orang-orang Stoik memang cenderung untuk tidak menunjukkan secara eksplisit perasaannya. Itulah pilihan sikap yang diambil dalam menghadapi setiap kejadian (event). Orang Stoik akan berfokus pada pilihan sikap yang diambilnya dalam setiap situasi, sehingga apa yang lebih terlihat adalah pilihan sikap atau tindakan mereka, bukan terutama ekspresi dari apa yang sedang dirasakan. Dengan kata lain, seorang Stoik adalah orang yang tetap bisa meneteskan air mata, akan tetapi lebih memilih untuk berfokus pada sikap / tindakan untuk menyikapi kesedihan yang membuatnya meneteskan air mata.

Ilustrasi Orang Stoik

Sangat sulit memisahkan antara emosi dengan pilihan sikap yang diambil seseorang dalam situasi tertentu. Entah bagaimana pun, faktor emosi tetaplah suatu faktor penting dalam perilaku manusia yang tidak bisa dihilangkan begitu saja, meskipun memang pengaruh emosi ini tetap bisa disikapi sedemikian dengan rasionalitas. Karena itu menjadi orang yang sepenuhnya Stoik (atau menjadi sage), menurut hemat saya, adalah suatu ideal yang sangat sulit untuk dicapai, atau bahkan tidak mungkin.

Karena itulah judul di atas muncul. Menjadi seorang Stoikyang gagal untuk sepenuhnya Stoikpun, sebenarnya, sudah bagus! Ketika Anda berhasil mengelola emosi dengan baik dan tidak larut terlalu dalam, dan mencoba untuk menggunakan rasio Anda untuk memikirkan reaksi yang sehat atas apa yang Anda alami, itu adalah jalan yang sulit. Tidak mudah untuk bangkit melampaui pengaruh emosi dan mencoba untuk rasional, apalagi ketika menghadapi suatu pengalaman pahit atau menyedihkan.

Bahkan di saat Anda gagal menjadi Stoik yang sepenuhnya pun, Anda tetap menjadi Stoik ketika berusaha bersikap tenang dan rasional dalam berbagai situasi. And that’s what matters more.

Author: Paulinus Pandiangan

Saya seorang Katolik, anak ketiga dari 3 bersaudara, ayah dari tiga anak, orang Batak, saat ini bekerja di sebuah pabrik kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Saya dilahirkan pada 8 Januari 1983. Capricorn.

Click to listen highlighted text!