Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.   Click to listen highlighted text! Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.

More Space, More Time, Freedom!

Judul di atas merangkum tiga manfaat besar yang diperoleh dari hidup minimalis. Minimalisme adalah mindset untuk memilah hal-hal esensial dan mengalokasikan energi pada hal-hal tersebut. Let’s begin.


More Space

Ketika kita melatih diri untuk hidup dengan barang-barang secukupnya, ruangan akan lebih lega. Selain menyita tempat, jumlah barang yang terlalu banyak akan menyita waktu kita juga untuk mengurusnya. Pun sama untuk hal-hal non fisik yang juga menyita waktu kita, seperti akun online yang terlalu banyak, aplikasi di perangkat genggam yang terlalu banyak, atau bahkan jam kerja yang terlalu banyak!

Semuanya itu menyita waktu dan perhatian kita, sehingga secara langsung juga mengurangi waktu yang dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat, misalnya saja untuk beristirahat. Ruang lega, entah fisik maupun mental, bisa diperoleh dengan mereduksi hal-hal yang memakan tempat dan merenggut waktu kita yang berharga.

More Time

Waktu yang tersedia menjadi terasa penuh dan tidak cukup ketika kita memiliki terlalu banyak hal untuk dilakukan dalam satu waktu. Overcrowded. Minimalismeberfokus pada hal yang esensialakan membantu kita memilah apa yang paling penting, dan mengesampingkan hal yang masih bisa menunggu, atau bahkan tidak penting. Hidup bukanlah tentang seberapa cepat kita bisa melakukan sesuatu. Slow living, atau mindfulness, atau apa pun istilahnya, justru akan membuat kita lebih menikmati perjalanan hidup dan bisa memaknainya dengan lebih baik. Hidup lebih lambat, lebih berkesadaran, pun akan membantu kita untuk tidak impulsif dalam membeli berbagai barangyang seringkali pada akhirnya menjadi clutter.

Waktu yang tersedia dari mengesampingkan hal-hal tak esensial ini akan menjadi waktu yang tersedia untuk hal-hal yang bernilai, misalnya untuk refleksi pribadi, atau bahkan untuk beristirahat, atau untuk melakukan kegiatan yang memberikan kesenangan tersendiri bagi kita.

Freedom

Waktu yang tersedia untuk melakukan hal-hal yang bernilai bagi kita merupakan bentuk kebebasan, selain aspek finansial yang juga akan lebih sehat dengan pola hidup minimalis. Kebebasan dalam menggunakan sumber daya waktu ini akan memberikan kita ruang untuk hal-hal sederhana yang menyenangkan: memasak untuk keluarga, berfoto selfie bersama keluarga dan sahabat, menulis jurnal, menanam bunga, atau bermain dengan anak-anak. Hal-hal tersebut sederhana, seringkali tanpa biaya, tetapi memberikan rasa senang yang lebih long-lasting dibandingkan memenuhi lemari dan rumah dengan barang-barang yang hanya akan menyita waktu kita.

Saya menulis ini untuk diri saya sendiri, dan saya percaya bahwa jika ada yang membaca ini dan menerapkannya, hidup kalian akan bergerak ke arah yang lebih baik. That’s my wish for you all. Good day. 🤩

Menahan Diri dari Pembelian Impulsif

Saya sendiri merasakan bahwa kehadiran aplikasi toko online di perangkat genggam kita merupakan bentuk godaan tersendiriyang kalau kontrol diri kita tidak kuatakan membawa kita pada kebiasaan berbelanja secara impulsif. Bagaimana tidak, semuanya bisa dilakukan hanya dari perangkat genggam, mulai dari pemilihan barang sampai pada pembayarannya. All you need is to sit nicely, have a good internet connection, and bam! Purchase done. 🙂

Ilustrasi Belanja Impulsif | Sumber

Maka berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk bisa menangkal kecenderungan berbelanja barang secara impulsif:

(1) Menyadari bahwa rasa senang dari kegiatan berbelanja durasinya sangat pendek.

Kita umumnya merasa senang ketika bisa melakukan pembelian suatu barang yang baru, dan rasa senang yang diperoleh dari pembelian barang ini sebenarnya berdurasi sangat singkat. Untuk sesaat kita senang, tetapi tak lama kemudian kita akan terbiasa dengan barang yang baru tersebut. Inilah yang perlu selalu diingat setiap kali kita tergoda untuk melakukan pembelian barang: kita akan merasa senang untuk sesaat saja, dan lalu terbiasa.

(2) Pertimbangkan keuntungan memiliki lebih sedikit barang.

Selain memberikan rasa lega, memiliki lebih sedikit barang akan menghemat banyak waktu yang diperlukan untuk mengurusnya. Waktu yang tersedia ini selanjutnya bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Melatih diri untuk memiliki sedikit barang juga akan melatih mental cukup, dimana kita benar-benar menyadari bahwa hidup kita masih bisa berlangsung dengan baik walau dengan sedikit barang. Happiness is not in the ownership of things.

(3) Uang cash yang tersedia di saku akan sangat membantu di masa sulit.

Ketika kita tidak mudah tergoda untuk menghabiskan uang dengan berbelanja secara impulsif, kita akan memiliki persediaan uang yang akan sangat membantu ketika berada di masa yang sulit, misalnya saat terjadi resesi. Ketika keadaan ekonomi sedang sulit, misalnya, memiliki cadangan uang di luar penghasilan reguler akan sangat banyak membantu, dan membuat kita lebih tenang melewatinya.

(4) Buat anggaran.

Anggaran merupakan alat pengelolaan keuangan yang sangat berguna, dan melatih diri untuk membuat anggaran secara teratur akan melatih diri kita untuk lebih cermat (thoughtful) dalam mengeluarkan uang. Anggaran ini perlu dibuat agar segala transaksi terjadi berdasarkan prioritas yang sudah ditetapkan dan agar kecenderungan untuk impulsif bisa diminimalkan. Intinya, kalau tidak ada anggaran, sebaiknya tidak dikeluarkan uang untuk itu.

(5) Mengabaikan iklan.

Iklan produk yang terselip di berbagai aplikasi di perangkat genggam memang dirancang sedemikian rupa untuk membuat kita impulsif. Iklan adalah sesuatu yang bisa memberikan informasi yang berguna, tetapi juga bisa menarik kita untuk berbelanja tanpa berpikir panjang. Inilah sebabnya ada baiknya kita melatih diri untuk bisa mengabaikan iklan. Dengan tidak memberikan perhatian pada iklan, kita bisa mengurangi peluang untuk tergoda melakukan pembelian impulsif.

(6) Jangan terjebak dalam mindset ‘mumpung ada’

Barang-barang tertentu pada waktu tertentu memang terkadang laris manis dan sulit didapat di pasar. Tetapi ada juga barang yang memang secara sengaja diproduksi sedikit di satu waktu tertentu agar terkesan langka dan sulit didapat, sehingga ketika ada konsumen yang menemukan barang itu, mereka akan tergoda untuk segera membeli, mumpung ada. Inilah satu kondisi dimana kita harus tetap selektif untuk melihat apakah suatu produk benar-benar sesuatu yang kita butuhkan. Kalau ternyata tidak benar-benar dibutuhkan, kita perlu menahan diri agar tidak tergoda dalam mindset ‘mumpung ada’ ini.

(7) Ketimbang membeli barang, pertimbangkan untuk membantu orang.

Dengan menahan diri dari pembelian impulsif, uang yang bisa kita kendalikan itu sebenarnya bisa dialokasikan kepada sesuatu yang lebih penting: membantu orang. Tentu ada saja orang di sekitar kita yang lebih membutuhkan sejumlah uang yang kita miliki, walaupun sedikit. Uang yang sedikit itu mungkin saja sangat berarti bagi mereka. Ini akan memberikan rasa senang yang jauh lebih berkesan dibandingkan dengan rasa senang dari pembelian impulsif.


Demikian tujuh cara untuk menangkal kecenderungan berbelanja barang secara impulsif. Tidak ada yang salah dengan berbelanja, yang penting adalah apa yang kita belanjakan itu benar-benar sesuatu yang bermanfaat. 😊


Tulisan ini disarikan dari artikel di laman blog Joshua Becker.

Pentingnya Membaca Ulang

Membaca ulang artikel atau buku yang berisikan hal-hal yang baik bagi perkembangan pribadi saya ternyata penting. Saya menyadarinya kembali sore ini ketika membaca postingan tentang hidup sederhana dan 20 cara praktis memangkas pengeluaran di blog ibu Maria, Breakfast with Lukas. Blog ini sudah saya kenal selama beberapa waktu terakhir dan bahkan kedua postingan tadi sudah pernah saya baca sebelumnya, tetapi ketika sore ini saya membacanya ulang, rasanya seperti diingatkan kembali, dan tetap ada hal baru yang rasanya belum benar-benar saya pahami sebelumnya.

Inilah gunanya membaca ulang.

It’s like adding a new layer of understanding. Bertambah lapisan pemahaman saya terhadap apa yang ditulis.

Kalau seperti saya, Anda ingin mengembangkan diri dan mindset ke arah hidup yang lebih bersahaja dan bermakna, maka saran terbaik saya adalah Anda harus mencari sumber daya di Internet yang kiranya cocok dengan style Anda dan nikmatilah apa yang tersaji di sana-bahkan kalau harus sampai membaca (atau menontonnya) berulang-ulang.

Sometimes, repetition is key.

Pemahaman kita jelas akan lebih disempurnakan dan semakin kuat konsepnya akan tertanam di benak kita, dan saya percaya, ini akan bertumbuh secara perlahan namun pasti menjadi bagian dari mindset kita, dan bukankah perubahan di level mindset ini yang kita inginkan?

3 Buku Tentang Minimalisme

Telah banyak saran buku berkaitan dengan minimalisme di Internet, dan saya di sini hanya akan menyarikan 3 buku yang menurut pengalaman pribadi sudah sangat baik membahasnya. 3 is … just enough. 😎

Saya berpendapat bahwa kita (pada dasarnya) tidak perlu memiliki begitu banyak buku, fisik atau elektronik, tentang suatu topik. Memiliki 2 atau 3 buku yang cukup bagus sudah cukup. Lagipula, buku ada bukan hanya untuk dibaca sekali lalu selesai, tetapi untuk dibaca ulang.

LANJUTKAN MEMBACA …

Teori Kepemilikan Barang 10/10

Mengutip dari blog duo The Minimalists, ada sebuah teori sederhana yang bisa membawa kita kepada kesimpulan bahwa kepemilikan barang (material possessions) tidak ada sangkut pautnya dengan kebahagiaan.

Caranya sederhana:

Pertama, tuliskan daftar 10 barang termahal yang telah berhasil kamu beli 10 tahun terakhir, entah mobil, rumah, perhiasan, furnitur, dan lain sebagainya. 10 barang termahal dalam 10 tahun terakhir.

Kedua, tuliskan daftar 10 hal yang paling membuatmu bahagia dalam 10 tahun terakhir; hal-hal yang paling bernilai dan memberikan kesan mendalam. Bisa saja misalnya menyaksikan kelahiran anak yang sudah lama dinantikan, makan bersama orang tua, piknik dengan keluarga, dan lain sebagainya. 10 hal paling berkesan dan paling membahagiakan dalam 10 tahun terakhir.

Lalu sandingkan kedua daftar ini.

Bila kita jujur dengan diri sendiri, kemungkinan besar kita akan menemukan bahwa kedua daftar ini tidak saling bersangkut paut satu dengan yang lain.

Momen-momen paling berkesan, paling berarti, paling membahagiakan tidak bersangkut paut dengan barang-barang mahal yang kita beli dalam 10 tahun terakhir.

Dampak kepemilikan barang-barang mahal terhadap kebahagiaan kita (ternyata) tidak sebesar yang kita bayangkan.


Dengan menyadari hal ini kita akan memiliki kesadaran terhadap pola kita mengkonsumsi barang-barang. Kita akan mampu menjaga ‘jarak emosional’ terhadap barang; untuk selanjutnya tidak terlalu lekat (attached).

I am not my things.

Semoga menginspirasi! 💖

Salam,

Paulinus Pandiangan
Click to listen highlighted text!