Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.   Click to listen highlighted text! Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.

“Membongkar” Kebahagiaan ala Mark Manson

“The man who makes everything that leads to happiness depend upon himself, and not upon other men, has adopted the very best plan for living happily.”

Plato

Seberapa baik kita mengenali kebahagiaan? Ini salah satu pertanyaan penting di saat kita membicarakan hal sekompleks – dan di saat yang sama sesederhana – kebahagiaan (happiness).

Saya secara sangat beruntung menemukan sebuah buku karya Mark Manson, The Guide to Happiness, yang mencoba “membongkar” kebahagiaan di bab-bab awalnya, sesuatu yang ia sebut sebagai Deconstructing Happiness.

Berikut beberapa hal penting dalam sesi Deconstructing Happiness dalam buku The Guide to Happiness yang barangkali bisa membantu kita untuk benar-benar mengenali kebahagiaan:

  • Kebanyakan asumsi kita tentang kebahagiaan seringkali keliru. Para psikolog menemukan bahwa kita pada dasarnya tidak begitu memahami apa yang membuat kita bahagia atau tidak bahagia. Kita bahkan seringkali tidak menyadari bahwa kita ‘sedang’ berbahagia, dan baru menyadarinya setelah ‘saat-saat yang membahagiakan’ itu berlalu, digantikan oleh saat-saat yang ‘rasanya tidak lebih membahagiakan’ dari pengalaman sebelumnya.
  • Kebahagiaan bukanlah hal yang harus ‘dicapai’, tetapi merupakan ‘perasaan’ saat kita menjalani pengalaman hidup sehari-hari. Kebahagiaan tidak [akan] ditemukan dalam produk tertentu, meskipun iklan-iklan komersial berusaha meyakinkan konsumen seolah-olah produk tertentu bisa ‘menghadirkan’ kebahagiaan. Kita tentu familiar dengan format iklan seperti ‘buy this and be happy!’ 🙂
  • Kebahagiaan tidak sama dengan kenikmatan. Kenikmatan dapat diperoleh dari makanan, hubungan seks, film dan siaran televisi, pesta dengan teman-teman, perawatan tubuh, atau menjadi tokoh populer, tapi semua itu tidak lantas membawa kebahagiaan.
  • Menurunkan ekspektasi tidak lantas membuat kita lebih mudah merasa bahagia. Banyak pendapat keliru tentang hal ini, dimana orang berpikir dengan merendahkan ekspektasi, semakin mudah seseorang berbahagia dengan keadaan. Kita bisa menemukan orang yang memulai bisnis berisiko tinggi, kehabisan uang tabungan untuk mewujudkannya, tetapi masih bisa merasa berbahagia dengan pengalaman itu. Kebahagiaan tidak perlu divalidasi oleh faktor-faktor eksternal, seperti pendapat orang lain atau standar umum yang berkembang di masyarakat. Orang yang berbahagia adalah orang yang berbahagia, tanpa perlu harus dijelaskan dengan ‘model’ tertentu yang menyiratkan ‘ketergantungan’ pada faktor-faktor luar. Dengan demikian orang yang mengalami kegagalan sekali pun memiliki kesempatan yang sama dengan orang lain untuk berbahagia.
  • Berusaha untuk selalu positif tidak lantas menjadikan kita bahagia. Berusaha ‘meniadakan’ emosi negatif justru akan membuat seseorang merasakan emosi negatif yang lebih dalam, bahkan menyebabkan disfungsi emosi. Emosi negatif juga adalah sesuatu yang harus diterima sebagai bagian dari perjalanan psikologi manusia, meskipun kita memang tetap harus belajar mengungkapkan emosi-emosi negatif ini dengan cara-cara yang wajar, tidak kasar, tidak merendahkan orang lain, dan tidak agresif secara fisik.

Ternyata, kebahagiaan yang sejati dirasakan dalam proses berjuang menjadi pribadi yang ideal.

Apa maksudnya?

‘Ideal’ yang dimaksud di sini bukanlah ideal menurut standar-standar duniawi, melainkan ‘menjadi lebih baik dari waktu ke waktu’.

Mark Manson memberikan 3 contoh kegiatan yang mendatangkan kebahagiaan sejati:

Berlari marathon sampai garis finish membuat kita lebih berbahagia dibandingkan memakan sepotong roti coklat. Membesarkan anak membuat kita lebih berbahagia dibandingkan menyelesaikan level tersulit dalam video game. Memulai usaha kecil-kecilan bersama teman-teman dan berjuang untuk mendapatkan penghasilan membuat kita lebih berbahagia dibandingkan saat kita membeli komputer baru.

Ketiga aktivitas tadi (seringkali) tidak terasa sangat menyenangkan saat kita menjalaninya, akan tetapi di saat yang sama bisa juga mendatangkan kebahagiaan yang sesungguhnya: Anda berbahagia telah memberikan kinerja fisik terbaik untuk dapat menyelesaikan marathon, Anda berbahagia mengetahui bahwa Anda menyerahkan hidup sepenuhnya untuk mengasuh seorang pribadi spesial yang hadir dalam hidup Anda, dan Anda berbahagia mencurahkan segala kemampuan Anda untuk mengatasi segala rintangan merintis usaha baru. Inilah kebahagiaan yang sesungguhnya: dirasakan saat kita berjuang mewujudkan nilai-nilai baik (good values) dalam diri kita.

Karena itu, menurut Mark Manson, nasihat terbaik untuk menjadi pribadi yang bahagia adalah: Imagine who you want to be and then step towards it. Bayangkanlah seperti apa diri Anda yang benar-benar Anda inginkan, lalu bertindaklah untuk mewujudkannya. Dalam proses itu, Anda akan berbahagia.

So, being happy is really on you, on me, on each and every one of us. Menjadi bahagia adalah tanggungjawab pribadi kita masing-masing. Jika ingin berbahagia, maka mari berjuang untuk menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik lagi, berkembang seiring nilai-nilai baik yang ada dalam diri kita.

Kenneth Paul Venturi pernah berkata, “I don’t believe you have to be better than everybody else, I believe you have to be better than you ever thought you could be.”

P.S. By the way, masih banyak hal yang bisa diulas tentang buku Mark Manson ini. Satu postingan blog sesingkat ini tentu tidak cukup untuk menampung semuanya. Sampai bertemu di postingan-postingan berikutnya!

😀

Author: Paulinus Pandiangan

Saya seorang Katolik, anak ketiga dari 3 bersaudara, ayah dari tiga anak, orang Batak, saat ini bekerja di sebuah pabrik kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Saya dilahirkan pada 8 Januari 1983. Capricorn.

Click to listen highlighted text!