Happiness is an inside job.
Familiar dengan kalimat di atas? Kalimatnya cukup singkat, sederhana, dan tepat. Sangat tepat, bahkan, yang membuatnya tak terbantahkan. Jika dibedah kalimat ini hanya tersusun dari sebuah subjek – yaitu ‘Happiness‘, dan sebuah predikat – yaitu ‘is an inside job‘, namun menyiratkan makna yang dapat dipahami dengan mudah dan juga mendalam. Kesederhanaan kalimat ini menyiratkan bahwa kebahagiaan tidak memerlukan kerumitan. It lies in simplicity.
Lalu apa maknanya?
Menurutku kalimat itu bisa menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan pilihan yang dibuat tiap individu di dalam dirinya, bukan merupakan produk atau efek samping dari perkara-perkara yang datang dari luar. Kebahagiaan bukanlah tujuan akhir yang ‘diharapkan’ akan dicapai setelah beberapa persyaratan terpenuhi, seperti model if… then… yang umum dipakai pada pemodelan logika: jika kondisi A terpenuhi, maka hasilnya adalah B. Sama sekali tidak seperti itu, walaupun kita masih sangat mudah ‘terjebak’ pada model berpikir seperti ini.
Banyak dari antara kita yang berpikir bahwa dengan memiliki ini dan itu, melakukan ini dan itu, mencapai ini dan itu, kita akhirnya akan berbahagia. And guess what? Kita semua tahu bahwa pola berpikir seperti ini hanya akan membawa kita kepada siklus tidak sehat: jika menginginkan kebahagiaan lebih, kita harus memiliki lebih banyak ini dan itu, melakukan lebih banyak ini dan itu, mencapai lebih tinggi ini dan itu, dan terus berulang dan bahkan semakin menuntut lebih dari waktu ke waktu. Kita menjadi para ‘pemburu’ kebahagiaan, bukan ‘perasa’ kebahagiaan itu sendiri. Kita menjadikan kebahagiaan adalah sesuatu di seberang sana yang harus dikejar dan ditangkap agar kemudian dapat dirasakan. Kita menjadi pengejar yang tak pernah puas dan tak pernah merasa cukup. Kita menjadi pengejar yang tak pernah berhenti untuk sekedar menenangkan diri dan berefleksi.
Kita semua tahu itu, meskipun kita juga tahu bahwa kebahagiaan itu ‘sebenarnya’ tidak jauh. Kebahagiaan itu ada di sini, di bagian terdalam diri kita masing-masing.
It is always inside here, not there.
Kebahagiaan terdapat dalam rasa syukur kita. Telah banyak penelitian yang melihat korelasi yang kuat antara rasa syukur dan kebahagiaan ini. Kebahagiaan adalah persoalan mengelola pola berpikir sehingga mampu ‘melihat’ berbagai hal konstruktif dalam perjalanan hidup kita setiap hari yang sangat pantas untuk disyukuri. Kebahagiaan adalah persoalan merasa cukup dan berdamai dengan diri sendiri.
Lalu apa sebenarnya basis kebahagiaan ini?
Dalam sebuah konferensi TED di Singapura, Malene Rydahl, seorang Denmark, mengutarakan 3 nilai penting yang menjadikan orang berbahagia: Trust, Freedom To Be You, Finding Purpose.
Ini adalah 3 nilai yang tentu saja ada dalam diri setiap orang dan dapat diwujudkan dalam skala lebih besar: tiap individu yang mengembangkan nilai-nilai ini bersama individu-individu lainnya tentu akan menjadi komunitas, bahkan negara, yang menjalankan tiga basis ini. Anda barangkali mengetahui bahwa Denmark adalah salah satu negara dengan penduduk paling bahagia sedunia. Bagaimana hal ini mungkin? Jawaban sederhananya adalah bahwa orang-orang Denmark menganut dan menjalankan nilai-nilai ini dalam kehidupan mereka setiap hari. It all starts with one individual, then individuals, then something as big as a country.
Melalui pemaparan Malene Rydahl ini kita bisa melihat bagaimana akhirnya Denmark menjadi negara dengan penduduk paling bahagia, karena penduduknya melaksanakan ‘inside job’nya masing-masing. Mereka memiliki kesadaran yang tinggi bahwa setiap orang yang menjalankan nilai-nilai tadi akan membentuk masyarakat yang juga merefleksikan nilai-nilai itu. Masyarakat yang dibentuk individu-individu bahagia adalah masyarakat yang bahagia juga.
Akan tetapi, tentu kita tidak lantas bisa menjadi bahagia dengan pergi ke Denmark. Bahkan jika kita tinggal di negara yang iklim politiknya memungkinkan ketiga nilai tadi (Trust, Freedom To Be You, Finding Purpose) untuk bertumbuh, sepertinya tidak menjadikan kita secara langsung menjadi penduduk yang paling bahagia sedunia. Semuanya tergantung pada pilihan-pilihan sikap kita setiap hari, kemauan kita untuk menjadi bagian dari solusi, dan bukan bagian dari permasalahan. It is all about the people. Always.
Dan karena ini semua adalah tentang manusia – yang pada dasarnya memiliki empati – barangkali kita bisa mencoba ‘menularkan’ percikan kebahagiaan hari ini, esok, dan hari-hari ke depannya, sebagaimana kita juga bisa ‘ketularan’ percikan kebahagiaan dari orang-orang di sekitar kita. Barangkali sebuah senyuman tulus bisa membuat mood seseorang membaik hari ini, sebagaimana mood kita juga bisa membaik karena mendapat senyuman tulus seorang teman atau rekan kerja hari ini. Sederhana, tak perlu membayar, dan mudah dilakukan, tapi signifikan. 🙂
Again, happiness lies in simplicity. It is an inside job everyone is dealing with, yet the result is free to share.
Such a beautiful thing, isn’t it? 😉