Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.   Click to listen highlighted text! Selamat datang di blog Paulinus Pandiangan. Semoga kamu menemukan sesuatu yang berguna.

Jebakan Balas Dendam

Ada metode menarik untuk membunuh beruang di zaman kuno. Potongan kayu besar digantungkan dengan tali di atas secangkir madu. Setiap kali beruang berusaha mengambil madu tersebut, dia harus menggeser potongan kayu tersebut, membuat kayunya berayun dan memukul balik tubuh beruang. Jika dia menolak kayu lebih kuat, kayu pun akan berayun lebih kuat dan menghantam tubuh beruang dengan lebih kuat pula. Begitu seterusnya, hingga akhirnya beruang mati akibat terhantam balok kayu tersebut. Proses ini memang lambat, tapi efektif untuk membunuh beruang. Dan ini bisa terjadi karena beruang begitu menginginkan madunya, sampai tidak menyadari jebakan balok kayu berayun yang menyertainya.


Barangkali terdengar konyol, tapi manusia juga acap berperilaku serupa seperti beruang tadi. Seringkali saat menerima keburukan dari seseorang, kita ingin segera membalas; kita merasa perlu untuk segera “memberi pelajaran” kepada orang tersebut. Kita ingin impas, sama seperti beruang yang sangat menginginkan madu tadi.

Tetapi, belajar dari jebakan balok kayu yang siap menanti tindakan balas dendam beruang, kita pun akan mendapat balasan serupa yang justru bisa menghancurkan kita. Aksi menghasilkan reaksi, ini sudah menjadi hukum alam. Saat kita membalas dendam, segalanya tak akan berhenti di situ. Kita akan mengalami penderitaan psikologis yang sama seperti yang dialami orang yang bertindak buruk kepada sesamanya. Hurting others is essentially hurting ourselves.

Itulah kekuatan ajaran cinta kasih. Apabila kita membalas keburukan dengan kasih, kasih akan menghancurkan keburukan sebelum keburukan itu bertumbuh dan menjadi kuat.

Jadi, kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. That’s the best way, dan itu yang diajarkan Tuhan sendiri. Cheers! πŸ€—

Salam,

Paulinus Pandiangan

Perihal Kematian

“When we die, our souls become free.”

Heraclitus

Hai, sobat! πŸ€—

Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia pasti akan mengalami kematian. Ini sebuah fakta. Refleksi dari buku A Calendar of Wisdom karya Leo Tolstoy yang saya baca pagi ini berbicara tentang kematian. Inilah terjemahannya.

Kematian dan kelahiran adalah 2 batas kehidupan yang memiliki suatu kesamaan.


Saat Anda memikirkan tentang apa yang akan terjadi pada jiwa Anda setelah meninggal, pikirkan juga tentang apa yang terjadi pada jiwa Anda sebelum dilahirkan.  Jika Anda pergi ke suatu tempat (melalui kematian), maka Anda datang dari suatu tempat (melalui kelahiran).


Ke mana kita setelah kematian?  Kita pergi ke tempat kita berasal. Tidak ada diri kita yang sepenuhnya di tempat itu; oleh karena itu, kita tidak ingat apa yang telah terjadi pada kita di sana.


Ketika seseorang menjalani kehidupan yang baik, dia bahagia pada saat ini dan dia tidak memikirkan apa yang akan terjadi setelah kehidupan ini. Jika dia memikirkan kematian, dia melihat seberapa baik kehidupan ini ditata, dan dia percaya bahwa setelah kematian semuanya akan menjadi baik seperti sekarang. Akan jauh lebih baik untuk percaya bahwa segala sesuatu yang Tuhan buat untuk kita adalah baik adanya daripada percaya pada semua kesenangan surgawi.

Seseorang seharusnya tidak perlu terlalu memikirkan apa yang akan terjadi setelah hidupnya. Ikutilah kehendak Ilahi yang mengirim kita ke dunia ini; kehendak itu ada dalam pikiran dan hati kita.

Tidak perlu terbuai dengan janji-janji surga. Yang terpenting adalah hidup dengan sebaik mungkin, saat ini. 😊

Salam,

Paulinus Pandiangan

Hukum Mengasihi

Hai guys…

Berikut ini terjemahan dari bacaan singkat untuk 14 Januari yang saya ambil dari bukunya Leo Tolstoy, A Calendar of Wisdom.


Anda seharusnya hanya mencintai satu hal dalam diri Anda, yang sama dalam diri semua orang. Dalam mencintai apa yang sama dalam diri kita semua, Anda mencintai Tuhan.


”Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”  β€” Matius 22:36β€”40


Orang hidup dengan cinta: cinta pada diri sendiri adalah awal dari kematian;  cinta pada orang lain dan Tuhan adalah awal dari kehidupan.


"Allah adalah kasih,dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita." β€” 1 Yohanes bab 4:16β€”17


Cinta bukanlah sumber, tetapi konsekuensi dari pemahaman kita tentang keilahian, yang menjadi awal kehidupan spiritual dalam diri kita semua.

Selamat meresapkan bacaan ini teman-teman, dan semoga karya Tuhan dalam diri kita semua memampukan kita untuk sungguh bisa melakukan kedua hukum di atas.

Salam,

Paulinus Pandiangan

Tentang Relasi

Wujud Tuhan tidak terlihat dengan mata kasat kita. Kendati demikian, saya percaya bahwa ada ‘wajah-wajah Tuhan’ yang bisa kita alami secara visual dengan mata lahiriah kita: sesama.

Sesama ini adalah orang-orang selain kita: orangtua, sanak keluarga, anak, teman-teman, tetangga, atau rekan kerja. Semua orang di sekitar.

Dengan demikian, kita sebenarnya tetap bisa ‘mengalami’ Tuhan dengan indera visual kita sendiri. Toh, sesama kita adalah ciptaan Tuhan juga, sehingga dalam diri mereka juga ada Tuhan.

Maka membina relasi dengan Tuhan adalah untuk juga membina relasi dengan sesama. Tidak ada relasi yang baik dengan Tuhan yang tidak dibangun dengan relasi yang baik pula dengan sesama. Tidak ada orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan yang berantakan relasinya dengan manusia-manusia lain. Kalau kita membaca profil para orang kudus, santo dan santa, kita akan selalu menemukan fakta yang sama: bahwa mereka berelasi sangat baik dengan sesamanya.

Jadi, saya berpendapat kalau relasimu dengan sesama saja masih berantakan, bisa dipastikan juga sebenarnya relasimu dengan Tuhan tak begitu baik. Relasi dengan Tuhan selalu tercermin dari relasi seseorang dengan manusia-manusia lainnya.

Dan membina relasi yang baik dengan manusia lainnya bukanlah perkara mudah. Saya sendiri bisa menjadi contoh. Saya adalah seorang introvert yang mengalami banyak kesulitan dalam membina relasi yang baik dengan orang lain, bahkan dengan keluarga sendiri pun masih banyak yang harus diperbaiki: perilaku yang buruk atau kata-kata yang tidak menyenangkan untuk didengar.

Saya yakin bahwa saya tidak sendiri dalam hal ini; bahwa kita semua ada dalam perjalanan kita masing-masing. Untuk saya yang sudah menginjak usia 38 ini, dan akan segera menjadi 39 tahun pada 8 Januari 2022 nanti, saya merasa bahwa relasi saya dengan Tuhan masih sangat perlu diperbaiki, dan harus sejalan dengan membaiknya cara saya berelasi, bertindak, berkata-kata kepada orangtua, istri, dan anak-anak. Itu dulu.

Tuhan yang tak terlihat justru terlihat melalui orang-orang ini, yang dianugerahkan Tuhan untuk hidup saya. Relasi seorang Paulinus Pandiangan dengan Tuhannya adalah persoalan relasinya dengan ayah dan ibunya, kedua saudarinya beserta keluarga mereka, istrinya, anak-anaknya, dan selanjutnya orang-orang lain di sekitar lingkungan dimana Paulinus Pandiangan berada. Inilah area yang menjadi fokus seorang Paulinus Pandiangan dalam membina hubungan yang baik dengan Tuhannya, dan ia tak akan pernah bisa mencapai Tuhan apabila ia tak berusaha menggapai keluarganya melalui sebuah hubungan yang baik, dan hubungan yang baik itu sifatnya mendukung, menghormati, tidak berkata kasar, menguatkan, memotivasi, menumbuhkan semangat dan kegembiraan, membantu, mendoakan.


Teman-teman, orang-orang di sekitarmu, khususnya keluargamu sendiri, adalah orang-orang terbaik yang dianugerahkan Tuhan khusus untukmu. Tentu mereka memiliki sifat-sifat buruk dan kelemahan, tetapi di saat yang sama, di dalam diri mereka juga ada roh Tuhan, roh yang sama yang juga ada padamu. Karena itu cintailah dan hormatilah mereka, karena mereka adalah orang-orang terbaik bagimu. Mereka adalah rahmat itu sendiri.

Di akhir tahun 2021 ini, terimalah permintaan maaf saya. Untuk semua kesalahan saya dalam relasi kita setahun ini, semoga Tuhan senantiasa menuntun kita, mengarahkan kita pada kebaikanNya, karena jalanNyalah yang terbaik.

Semoga relasimu dengan keluarga juga semakin baik di tahun mendatang, karena hanya dengan demikian pula, relasimu dengan Tuhan akan membaik.

Salam,

Paulinus Pandiangan

Sebuah Doa Sederhana

Saat berdoa malam ini, di pikiran saya tiba-tiba terlintas untaian kata-kata doa yang saya rasa sangat bagus. Kata-kata ini datang begitu saja, dan saya rasa harus cepat-cepat disalin ke dalam bentuk teks agar bisa didoakan kembali di waktu berikutnya.

Inilah doa yang saya maksud:

Ya Tuhan, buatlah hati kami menjadi hati yang selalu terbuka pada Rahmat, Kasih, dan KebaikanMu.

Buatlah tangan kami menjadi tangan yang memberi, yang menolong, yang menunjukkan jalan kebaikan kepada saudara-saudari kami.

Buatlah ucapan kami menjadi ucapan yang menyejukkan, yang memberikan harapan, memberikan kelegaan kepada saudara-saudara kami yang sungguh membutuhkan pertolonganMu.

Ya Tuhan, urapilah kami. Berkatilah hidup kami. Semoga kebaikan dan cinta kasihMu terpancar melalui segala tindakan, ucapan, dan pikiran-pikiran kami.

Terima kasih ya Bapa atas semua kebaikanMu bagi kami. Terima kasih atas kerahimanMu, atas anugerahMu yang besar.

Terpujilah Engkau kini dan sepanjang masa.

Amin.

Seperti Apa Seorang Santo?

Kita tentu familiar dengan, atau setidaknya pernah mendengar, istilah santo. Dalam tradisi Katolik, santo dan santa adalah orang-orang yang hidup dalam kekudusan dan mendedikasikan hidupnya sepenuhnya untuk Tuhan.

Lalu seperti apa sebenarnya seorang santo itu dalam kehidupannya sehari-hari?

Carlo Acutis, seorang anak Italia, adalah contoh salah orang kudus (santo) yang menurutku cukup menarik. Selain masih sangat muda (dia meninggal pada usia 15 tahun), Carlo Acutis menjadi bukti bahwa Tuhan bisa menggunakan siapa saja, tua atau muda, untuk menjadi saksi kebaikan dan cintaNya. Kalau kita mendengar kesaksian orang-orang yang mengenalnya secara dekat, kita akan tahu bahwa apa yang keluar dari dirinya bukan semata-mata dari pribadi manusiawinya sendiri, tapi terasa sekali bahwa Tuhan ada di sana. You could actually sense God in him.

Dalam video berikut ini kita dapat mendengar bagaimana ibu kandungnya sendiri memandang seorang Carlo Acutis.

Bagi yang belum mengenal Carlo Acutis, laman blog berikut ini bisa dibaca untuk sedikit mengetahui siapa dia.

Semoga kisah hidup orang baik seperti Carlo ini membantu kita juga untuk menjadi pribadi yang semakin baik pula.

Salam,

Paulinus Pandiangan

Pandemi dan Rasa Syukur

Lagi dan lagi, saya harus menekankan bahwa pandemi COVID-19 saat ini tampaknya benar-benar mengajarkan kita untuk bersyukur. Benar-benar bersyukur, tak hanya ucapan, tapi utamanya tindakan dan sikap. Laku hidup.

Seorang rekan kerja saya meninggal hari ini karena COVID-19.

Ketika mendengar berita seperti ini, terbayang kesedihan keluarga yang tentu sangat berat untuk dihadapi. Ada keluarga yang harus kehilangan kepala keluarganya hari ini. Ada anak yang kehilangan ayahnya, istri kehilangan suaminya, keluarga besar yang kehilangan bagian dari diri mereka.

Rasanya sesak di dada mendengar berita semacam ini, dan berharap semoga tidak ada lagi korban akibat COVID-19 ini.


Apa pesan dari peristiwa semacam ini?

Syukurilah hidupmu selagi nafas itu masih bisa kau hirup.

Tak ada seorang pun yang tahu kapan hidupnya akan berakhir.

Tak ada jaminan bahwa yang tua akan mendahului yang lebih muda.

Virus ini tak mengenal siapa kita. Dia akan menyerang saat kesempatan ada.

No mercy.

Jadi, sobat…

Syukurilah hidupmu. Banyaklah berdoa. Habiskanlah waktumu bersama keluarga di rumah sebaik mungkin. Nikmatilah hidup ini selagi bisa bersama keluarga di rumah.

Buang jauh-jauh segala amarah dan kebencianmu. Saat kematian tiba, tak ada gunanya itu semua.

Mohonkanlah selalu perlindungan dari Tuhan untuk keluargamu, untuk masyarakat sekitarmu, untuk Indonesia, dan untuk dunia. Kalau pandemi ini pada akhirnya berakhir nanti, dan engkau masih hidup untuk menikmatinya, hiduplah dengan lebih bijaksana, jangan lagi buang waktumu dengan hal-hal yang tak berguna.

Pandemi ini, sekali lagi, menyadarkan kita sesadar-sadarnya, bahwa hidup ini penuh kerapuhan. Raga yang tampak sehat dan bugar hari ini bisa berakhir mati esok. Karir yang tampak sukses gemilang hari ini bisa tak berarti apa-apa esok. Senyum yang bisa terkembang hari ini bisa jadi menjadi bisu esok.

Kita tak abadi, kita akan dan pasti mati.

Akan ada saatnya hari yang kita jalani adalah hari terakhir. Hidup saat ini adalah anugerah.

Live as if today is your last day.

Salam,

Paulinus Pandiangan

Gratitude Notes

The following is my gratitude notes for 15 July 2021. I first wrote this on my phone, but I later think that I should post it here too.

So, here it comes: 5-things I am grateful for:

  1. My health. I am so grateful that during this pandemic I am still healthy. So many people got infected with COVID-19, many lost their loved ones and family members. Being healthy during this crisis time is a true gift.
  2. My family well-being. Knowing that my parents, my sisters and their families, my wife and my sons in good condition makes me so grateful. I am so blessed. This comes from God directly.
  3. My job. Still having a job this time is a real blessing. I am among the lucky ones who still have a job. Many people around the world suffered from this pandemic; many lost their jobs as a consequence of COVID-19. Many got their businesses closed too. I am so lucky to still have an income to provide the needs of my family.
  4. My kids. I am so grateful that God bless our family by giving us wonderful kids: Donatus Gregorius Pandiangan and Rafael Pandiangan. Right now, my wife is being pregnant, so our third kid is coming! What a blessing! 🀩
  5. My parents. I am so blessed that both my parents are still alive and healthy, and that I could support them financially. Many of my schoolmates have lost one or both of their parents. Having both of them healthy makes me so thankful to God, The One who is behind all the blessings in our family.

Those are the five things I am most grateful about. There are many more to be grateful about, for sure. The weather I am having now, for instance, and all the little things that support my life and my well-being today.

If you’re reading this, be convinced that your life is precious too. It’s a gift from God, like, really. Thank Him for all the gifts and blessings in your life.

Regards,

Paulinus Pandiangan

Fratelli Tutti

Fratelli Tutti adalah surat ensiklik ketiga dari paus Fransiskus yang dipublikasikan pada 3 Oktober 2020. Penekanan dari surat ensiklik ini adalah persaudaraan dalam konteks universal; bahwa kita saling terhubung dan merupakan saudara satu dengan yang lain.

LANJUTKAN MEMBACA …

Memulai dari Yang Kecil

Hai, sobat! Selamat hari Rabu! 😁

Postingan ini adalah penyampaian ulang dari refleksi yang ditulis oleh Pastor Michael Najim di Where Peter Is, sebuah situs berisikan sumber-sumber daya terkait gereja Katolik.

By the way, homili-homili pastor ini dapat diakses di laman ini.

Baiklah, kita langsung ke topiknya saja: memulai dari yang kecil.

LANJUTKAN MEMBACA …
Click to listen highlighted text!